suaraperempuanpapua.id – SOLEMAN S. Sroyer, ST. Guru SMK YPK 2 Biak Jurusan Teknik Mesin, menyayangkan adanya siswa kelas 3 SMP di Kabupaten Biak dan Kabupaten Suspiori yang mengikuti tes awal masuk SMK YPK 2 Biak (STM YPK), yang belum lancar membaca, dan bahkan ada yang tidak bisa membaca.
Kasus ini merupakan cermin gagalnya kinerja pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Supiori yang seharusnya memantau sekolah di daerahnya, sehingga mutu pendidikan bisa terjaga dengan baik.
Melihat keadaan ini, saya juga mempertanyakan mengapa siswa tersebut dapat lulus dari SD, padahal belum mampu membaca dengan lancar. Anak yang susah membaca itu seharusnya seperti siswa lainnya yang sudah bisa membaca sejak kelas satu sekolah dasar.
Biasanya murid kelas satu sekolah dasar saja sudah lancar membaca. Ini kok sampai kelas 3 SMP belum bisa membaca, bahkan menulispun masih kurang baik penempatan huruf juga kurang baik?
Saya adalah salah satu Guru SMK YPK 2 Biak menilai, kasus itu merupakan dampak dari kurang tanggapnya pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan Biak Numfor dan Kabupaten Supiori, yang tidak melakukan kinerjanya dengan baik. Pertama-tama saya minta maaf karna mungkin agak kasar bahasa saya, tapi itu memang temuan saya seperti itu.
Setahu saya di daerah manapun itu, setiap bulan ada pengawas sekolah yang melakukan peninjauan ke sekolah-sekolah untuk melihat dan memeriksa perkembangan sekolah maupun siswa-siswa di sekolah. Pengawas sekolah itu adalah pegawai yang diutus oleh dinas pendidikan masing-masing daerah.
Saran saya kepada kepala Dinas Pendidikan Biak Numfor dan kepala dinas Pendidikan Supiori harus memanggil kepala sekolah dari beberapa sekolah (SMP) tersebut dan tanyakan sampai sejauh mana tanggung jawab mereka terhadap sekolah yang mereka pimpin terutama kinerja dari guru-guru mereka?
Alasan saya membuat komentar ini karena pada tahun 2015 saya selaku Ketua Panitia Penerimaan Siswa Baru SMK YPK 2 Biak, saya buat tes 3M yaitu : Membaca, Menulis, Menghitung dan saya temukan ada 6 siswa tidak bisa membaca lancar, dan bahkan ada yang tidak bisa sama sekali.
Sehingga, saya tidak menerima siswa-siswa tersebut dan pada tahun 2016 pun saya temukan lagi 4 siswa yang susah membaca dan saya sampaikan kepada orangtua mereka untuk kembali pada bulan Agustus minggu terakhir untuk tes lagi. Kalau memang tidak bisa, kami tidak terima.
Dan ini kasus yang tidak boleh dibiarkan, karena jumlah kasusnya akan terus bertambah. Ini merupakan peristiwa gunung es. Jadi, kalau sampai muncul 6 kasus, kemudian 4 kasus lagi, itu menandakan bahwa ada sekira 40 – 60 siswa lulusan kelas tiga SMP yang susah membaca, dan bahkan tidak lancar membaca. Ini hanya analisa saya, mudah-mudahan tidak seperti itu. Ini adalah tanggung jawab kita orangtua dan guru, jangan bebankan pada satu pihak.
Oleh : Soleman S. Sroyer, ST. Guru SMK YPK 2 Biak, Provinsi Papua