suaraperempuanpapua.id—BAPEMPERDA DPRD Kabupaten Tolikara berhasil melakukan rapat khusus dengan agenda perumusan, pembahasan dan pembobotan Tatib Bapemperda Kabupaten Tolikara No 1 Tahun 2023. Rapat khusus itu terkait dengan adanya naskah akademik dan 2 raperda yang telah selesai dikerjakan dan diserahkan oleh Pusat Studi Hukum dan Masyarakat Hukum Adat Papua Universitas Cenderawasih yang selama ini mendampingi Sekretariat DPRD Kabupaten Tolikara dalam penyusunannya. Rapat khusus tersebut dilakukan, pada Selasa, 20 Juni 2023.
Naskah Akademik dan Raperda usul inisiatif DPRD Kabupaten Tolikara ini secara teknisnya telah selesai dikerjakan dan diserahkan pada Pemerintah Kabupaten Tolikara dalam hal ini Bapemperda DPRD Kabupaten Tolikara untuk dibahas secara internal melalui mekanisme DPRD Kabupaten Tolikara.
Untuk itu dalam rapat khusus ini, dihadiri Ketua Bapemperda DPRD Kabupaten Tolikara, Yohan Wanimbo, Sekretaris Bapemperda DPRD Kabupaten Tolikara Daud Payokwa, didampingi Sekretaris DPRD Kabupaten Tolikara, Amos Wandik, S, Sos, Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Tolikara, Yendiles Towolom dan Kabag Persidangan DPRD Kabupaten Tolikara, Ibu Merry Wenda serta perwakilan dari Pusat Studi Hukum dan Masyarakat Hukum Adat Papua Universitas Cenderwaasih, Dr Rafael Kapura, SiP, MSi.
Dalam kesempatan itu, pembobotan diberi pada bagian-bagian tertentu yang dipandang cukup penting untuk dilihat oleh Bapemperda, khususnya pada bagian sanksi dimana para pelaku pelanggaran terhadap ketentuan peraturan tersebut khususnya bagi penjual minuman beralkohol akan dikenakan sanksi tegas berupa sanksi pidana, denda dan pencabutan izin usaha. Sedangkan pengguna atau pelaku yang kedapatan meminum minuman beralkohol diminta untuk ditingkatkan sanksi pidana atau dendanya sementara pelaku yang meminum minuman beralkohol di Wamena dan mabuk di Kabupaten Tolikara maka untuk sanksi sosialnya juga diberi ketegasan.
Kemudian pembahasan berikut tentang raperda pangan lokal ada beberapa bagian yang mendapat perhatian Bapemperda yaitu jenis-jenis pangan lokal yang hanya boleh dijual oleh orang asli Kabupaten Tolikara. “Jadi ada pembatasan terhadap orang non asli untuk tidak boleh menjual pangan lokal”, ujarnya.
Selain itu, terkait pemeliharaan, usaha dan produksi pangan lokal juga dapat dilakukan oleh orang asli Kabupaten Tolikara. Disamping itu, kata dia, pangan segar dan pangan olahan hanya dapat dijual oleh OAP dan pemerintah diminta untuk menyiapkan ruko-ruko atau pasar yang layak untuk berjualan oleh orang asli Tolikara. “Pemerintah juga dapat menyediakan kendaraan roda dua untuk mengangkut pangan lokal dari kampung-kampung ke kota”, tegasnya.
Dalam diskusi berkembang keinginan untuk membatasi juga bagi ojek atau sopir yang mengangkut pangan lokal harus bisa dibatasi dengan kuota 60 persen orang asli Papua dan 40 persen orang non-asli Tolikara.
Kemudian pelaku usaha pangan lokal wajib berjualan di ibukota Kabupaten, Ibukota distrik dan kampung-kampung. Orang non asli Tolikara dilarang berjualan pangan lokal di ibukota Karubaga, ibukota distrik dan kampung-kampung.
Sementara itu, Ketua bapemperda yang juga Wakil Ketua I DPRD Tolikara, Yohan Wanimbo dalam kesempatan itu memberi apresiasi yang tinggi terhadap upaya dan kerja keras semua pihak, khususnya Pusat Studi Hukum dan Masyarakat Hukum Adat Papua Universitas Cenderawasih yang telah mendampingi Sekretariat DPRD Kabupaten Tolikara sehingga 2 raperda ini boleh ada dan dibahas dalam rapat khusus pada kesempatan tersebut “Kami memberi apresiasi kepada semua pihak, khususnya kepada Pusat Studi Hukum dan Masyarakat Hukum Adat Papua yang telah membantu mendampingi Sekretariat DPRD Kabupaten Tolikara dalam penyusunan dua raperda ini”, ujarnya.
Menurutnya dua raperda ini penting untuk menyelamatkan manusia orang asli Kabupaten Tolikara sehingga sangat penting untuk dipercepat penetapannya.
Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Yendiles Towolom yang juga anggota Bapemperda DPRD Kabupaten Tolikara dalam kesempatan itu meminta dukungan semua pihak agar 2 Raperda ini dapat ditetapkan secepatnya, dan diberi nomor oleh Pemerintah Kabupaten Tolikra.
Menurutnya, 2 Raperda ini penting karena terkait dengan hak-hak dasar orang asli Kabupaten Tolikara demi kuatnya dan kemandirian itu sehingga kehadiran perda ini menjadi pintu untuk mencapai perlindungan, keberpihakan dan pemberdayaan.
“kehadiran 2 raperda ini penting karena hak-hak dasar orang asli Kabupaten Tolikara bisa kuat dan mandiri hanya dicapai melalui pemberdayaan, perlindungan dan keberpihak pemerintah melalui raperda ini”, tuturnya mantap.
Agenda rapat pembahasan, perumusan dan pembobotan tata tertib Bapemperda dan dua ranperda akhirnya selesai dibahas dan akan dilanjutkan dalam mekanisme berikut untuk disah pemerintah kabupaten Tolikara agar menjadi peraturan daerah yang akan diberlakukan di seluruh Kabupaten Tolikara. *(ist/tspp)