suaraperempuanpapua.id – VIRUS corona tidak memandang siapapun. Siapa saja telah menjadi korban. Dalam menghadapi wabah coronavirus, petugas medis menjadi yang garda terdepan berhadapan langsung dengan virus corona menangani pasien yang terinfeksi. Mereka melayaninya mulai dari awal pasien terindikasi positif hingga pemakaman jika ada yang meninggal.
Virus Corona, tergolong berbahaya karena mematikan. Corona mudah menyebar dan dapat menginfeksi siapa saja, termasuk petugas medis. Sehingga, kalau para petugas kesehatan berpikir keselamatan diri, maka mereka memilih untuk tidak melayani pasien coronavirus. Tapi mereka diperhadapkan antara tugas dan pelayanan kemanusiaan.
Demi kemanusiaan, mereka bertaruh nyawa untuk melawan virus corona dengan melayani pasien yang terinfeksi. Sejak pertama kali Virus Corona muncul di Indonesia pada 2 Maret 2020, sudah ribuan tenaga medis: dokter, perawat, bidan, dan pegawai non medis yang tertular virus corona dalam melaksanakan tugas. Ada yang sembuh, dan ada pula yang meninggal.
Tenaga medis yang gugur di tengah perang melawan pandemi Covid-19, berdasarkan data LaporCovid-19, per-24 Agustus 2021 sebanyak 1.967 tenaga kesehatan di Indonesia meninggal. Jumlah itu mencakup semua tenaga kesehatan, termasuk didalamnya, dokter, perawat, bidan dan sopir ambulance.
Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menguraikan, dokter yang meninggal berjumlah 688 orang, perawat 648 orang, bidan 387 orang, dan tenaga kesehatan lain sebanyak 70 orang, apoteker 48 orang, Ahli Teknologi Laboratorium Medik (ATLM) 47 orang, dokter gigi 46 orang, rekam radiologi 10 orang, sanitarian 5 orang, petugas ambulance 4 orang, terapis gigi 4 orang, elektro medik 3 orang, tenaga farmasi 3 orang, epidemiolog kesehatan 1 orang, dan fisikawan medis 1 orang.
Hal ini menunjukkan bahwa vaksinasi juga harus tetap diikuti dengan pelaksanaan protokol kesehatan yang ketat. Mengingat seseorang masih berpeluang terjangkit Covid-19, berpeluang untuk dirawat di rumah sakit, dan berpeluang untuk meninggal meskipun sudah divaksin.
“Dokternya kan mestinya sebagian besar sudah vaksinasi. Kita kemudian belajar bahwa setelah divaksinasi penuh pun semua orang masih bisa terinfeksi, masih bisa harus masuk rumah sakit, masih bisa meninggal. Jadi kita harus hati-hati”, ujar Zubairi Djoerban.
Zubairi mengatakan jumlah korban tenaga kesehatan bukan sebatas angka. Kondisi ini perlu disikapi dengan perbaikan protokol tata laksana Covid-19 bagi tenaga medis. Perlu ada protokol tata laksana yang seragam di seluruh Indonesia.
Sementara, Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) bersama Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyebutkan, sejak virus corona menyerang Indonesia pada 2 Maret hingga 26 Oktober 2020, sebanyak 141 dokter di Indonesia meninggal akibat terinfeksi penyakit corona. “Keseluruhan dokter tersebut berasal dari 18 IDI wilayah/provinsi dan 61 IDI cabang kabupaten/kota di Indonesia”. Dokter yang meninggal terdiri dari: 71 dokter umum, 4 guru besar dokter umum, 62 doker spesialis, 5 guru besar dokter spesialis, 2 residen dan 115 dokter gigi.
Pada HUT IDI ke-70 tahun 2021, Presiden RI Joko Widodo menyampaikan duka yang mendalam atas banyaknya garda terdepan yang gugur. “Saya sampaikan duka cita yang mendalam kepada keluarga dokter-dokter yang meninggal dunia akibat Covid-19. Semoga keluarga diberi kekuatan, ketabahan dan semoga pengabdiannya diberkati Allah SWT”.
Menurut World Health Organization (WHO), satu dari tujuh kasus Covid-19 adalah tenaga medis yang terinfeksi. Tenaga medis merupakan garda terdepan untuk menyelamatkan pasien Covid-19. Ketika mereka tumbang karena tertular Covid-19, maka siapa yang akan menyelamatkan pasien? Karena itu, WHO meminta agar tenaga kesehatan tetap sehat dan prima untuk mengoptimalkan layanan kesehatan.
Yang memprihatinkan adalah meski pemerintah dan banyak pihak gencar mengkampanyekan pentingnya mematuhi protokol kesehatan, namun jumlah kematian tenaga kesehatan, terutama dokter semakin bertambah pesat. Angka kematian yang pesat ini membuktikan bahwa masyarakat tidak hanya abai dalam mematuhi protokol kesehatan, namun juga masyarakat tidak peduli pada keselamatan tenaga kesehatan.
Wakil Ketua Tim Mitigasi PB IDI, dokter Ari Kusuma mengatakan kehilangan para tenaga kesehatan merupakan kerugian besar bagi sebuah bangsa terutama dalam mempertahankan dan pengembangan aspek kesehatan.
Jumlah tenaga kesehatan, terutama dokter di Indonesia sebelum pandemi virus corona sudah merupakan salah satu yang terendah di Asia dan dunia. Dengan jumlah dokter yang ada, rata-rata satu orang dokter diestimasikan melayani 3.000 masyarakat. “Dengan banyaknya korban dari pihak kesehatan ini, maka kedepannya layanan kesehatan pada pasien, baik Covid-19 maupun pasien non Covid-19 akan terganggu karena kurangnya tenaga medis”, ujar dokter Ari Kusuma di Jakarta, Sabtu 3 Oktober 2020.
Karena itu, Tim Mitigasi Pengurus Besar IDI berharap masyarakat tidak menganggap remeh dengan pandemi Covid-19. Semakin masyarakat abai terhadap protokol kesehatan, maka Indonesia akan sulit melewati masa pandemi virus corona, dan bukan hanya kerugian secara ekonomi, namun juga korban jiwa baik tenaga kesehatan, keluarga maupun diri sendiri.
Khusus di Kabupaten Jayapura, sejak pertama kali virus corona muncul pada 20 Maret 2020 hingga 10 Desember 2021, jumlah tenaga medis yang terinfeksi virus corona sebanyak 34 orang. Mereka adalah dokter, perawat, bidan dan tenaga non medis.
Jumlah pasien Covid-19 yang terus meningkat setiap hari ini membuat tenaga kesehatan di Kabupaten Jayapura kewalahan menanganinya. Kadang nyaris putus asah dan hendak meninggalkan tugas. “Tenaga medis, kepala rumah sakit kadang-kadang, mereka telepon saya bicara lalu menangis. Mereka bilang, tidak mampu melihat keadaan ini. Lalu saya bilang, tidak bisa. Kalian tidak boleh menyerah dengan keadaan. Kalian harus kuat menghadapi ini. Kalau kamu bicara begitu, siapa lagi? Saya harus kasih kuat mereka.
Kadang-kadang ada keluarga pasien yang datang demo. Mereka bilang ini bagaimana? Saya bilang, kalian harus kerja. Ada yang sampai lapor ke Polda Papua. Saya bilang kalian tidak boleh pikir itu, kalian kerja saja. Kalian layani pasien-pasien ini. Semua urusan nanti saya yang urus, termasuk yang demo-demo.
Dalam menghadapi wabah virus corona, para tenaga medis juga merasa terbatas. “Tapi saya bilang, jangan patah semangat, kamu harus kuat. Apapun yang kalian butuhkan, kita akan usahakan untuk kalian terus bekerja. Jaminan tempat tinggal, upah atau apapun kami akan usahakan. Ini pekerjaan kemanusiaan.
Karena itu, kamu tidak boleh menyerah. Itu saja yang terus kita lakukan dan sampai sekarang mereka tidak mengeluh lagi. Ini sangat manusiawi. Mereka ingat keselamatan diri, mereka punya keluarga, mereka korbankan segala-galanya, tapi kalau orang perlakukan tidak wajar, sebagai manusia mereka punya kekecewaan”, ujar Ketua Tim Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Jayapura, Mathius Awoitauw.
Secara kapasitas dan fasilitas, tenaga medis diperhadapkan pada kondisi yang sulit. Namun mereka tetap bekerja, karena itu adalah panggilan tugas mereka untuk bekerja seperti itu. Mereka sejak awal merasa cocok dengan bekerja di situ. “Mereka juga bicara tentang keterbatasan yang mereka hadapi. Jadi tantangan yang dihadapi tenaga kesehatan dalam menghadapi wabah virus corona cukup berat”.
Direktur RS Yowari, dokter Petronella Risamasu mengatakan sebagai manusia biasa pasti ada rasa takut. Tetapi ini harus dihadapi. Semua orang harus berdiri melaksanakan apa yang Tuhan berikan bagi dia. Sebagai dokter dia harus melakukan apa, sebagai spesialis anak dia harus melakukan apa, sebagai spesialis penyakit dalam dia harus melakukan apa. Itu masing-masing kita sudah memiliki talenta, dan ini pekerjaan yang berat, yang Tuhan izinkan untuk kita lakukan. Kita akan diberi kemampuan yang lebih kalau kita memiliki hati yang benar-benar berserah bahwa, Tuhan berkuasa atas segalanya. Termasuk bagaimana menjaga kondisi kesehatan diri.
“Teman-teman wartawan juga harus bantu memberikan informasi yang benar. Lawan hoax dengan beritakan informasi yang benar. Sampai saat inipun informasi hoax masih beredar. Kami ini sebenarnya sudah lelah dalam beberapa bulan ini, mulai Maret 2020 sampai sekarang. Ayo kita hadapi sama-sama lawan hoax”.
Jumlah sementara kasus Covid-19 Kabupaten Jayapura per-10 Desember 2021 mencapai 3.101 kasus, sebanyak 34 kasus diantaranya adalah tenaga medis: dokter, bidan, perawat, tenaga non medis dan sopir ambulance. Jumlah pasien Covid-19 itu bertambah terus hingga 19 Maret 2022 mencapai 4.215 kasus, dan 123 orang diantaranya meninggal.
paskalis keagop