Wamena—suaraperempuanpapua.id—Pemerintah Kabupaten Tolikara sangat diharapkan untuk tegas dan serius memperhatikan penetapan tarif jasa angkutan umum yang keluar masuk di Karubaga sebagai ibukota Kabupaten karena hal ini menjadi masalah yang sangat serius dalam masyarakat. Demikian yang ditegaskan Ketua Pusat Studi Hukum dan Masyarakat Hukum Adat Papua Universitas Cenderawasih, Dr Yustus Pondayar, SH, MH kepada media ini Kamis, 22 Desember 2022 di Wamena.
Menurutnya, harus ada tarif dasar resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tolikara sebagai upaya pengendalian tarif bagi pengusaha jasa transportasi dan para sopir di Kabupaten Tolikara.
Hal ini dimaksudkan tentang perlunya intervensi pemerintah melalui regulasi yang dapat melindungi kebutuhan masyarakat, serta bila tidak ada intervensi maka keadaan ini akan dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk menaikan tarif jasa transportasi sesuka hatinya yang berakibat masyarakat kecil akan semakin sulit.
lebih lanjut ketua pusat studi mengatakan bahwa Pemerintah daerah dan DPRD sangat diharapkan mewujudkan regulasi tentang penetapan tarif resmi angkutan umum baik roda dua maupun roda empat bahkan roda enam.
Menurut Pondayar yang alumnus Program Doktor Universitas Udayana Bali ini, ada beberapa situasi yang dapat dimanfaatkan oleh pengusaha jasa transportasi dan para sopir untuk menaikan tarif angkutan sesuka hatinya, yaitu : Pertama, Kondisi Jalan yang belum mulus. Kedua, kepentingan politik. Ketiga, musim pencairan dana-dana kampung. Keempat, musim liburan hari raya natal dan tahun baru. Keempat, adanya kenaikan harga BBM yang tinggi. Kelima, tidak adanya Depot Pengisian BBM resmi yang dimiliki Kabupaten Tolikara. Keenam, lemahnya kesadaran publik untuk mengawasi pelayanan publik sektor transportasi. Ketujuh, kurangnya pengawasan Legislatif maupun Eksekutif melalui instansi teknis terkait.
Dijelaskan Pondayar bahwa kondisi-kondisi ini, tentu saja dilihat para sopir sebagai peluang yang dapat dikelola untuk menaikan tarif angkutan dari RP 3 juta-Rp 7 jt bahkan mencapai puluhan juta untuk daerah-daerah tujuan tertentu seperti Kanggime, Bokondini, Mamit dan wilayah tertentu tergantung kondisi dan negosiasi dengan sang sopir.
Untuk itu, kata dia, keadaan ini, perlu secepatnya disikapi oleh pemerintah dan DPRD Kabupaten Tolikara agar masyarakat tidak menjadi obyek keserakahan para pemburu rupiah yang hanya memikirkan keuntungan secara sepihak.
Sesuai tarif normal untuk carteran Wamena-Karubaga sekali jalan dipatok Rp 3 juta. “ini sudah biasa, bapa”, ujar sang sopir Mitshubishi yang sudah tiga tahun melayani rute Wamena-Karubaga.
“Pergi Rp 3 juta, tunggu Rp 3 jt dan Kembali Rp 3 juta,” ujarnya lagi.
Dijelaskan tarif Rp 3 jt menunggu itu dimaksudkan sebagai biaya untuk menunggu saja sampai kegiatan berakhir. Artinya jika para penumpang yang menggorder pergi pulang maka untuk menunggu disana itu yang dihitung sebagai uang tunggu.
“Jadi kami menunggu itu, juga dihitung sebagai biaya tunggu”, tutur sang sopir lugas.
Kendati demikian, untuk biaya tarif carteran angkutan umum seperti ini sesungguhnya perlu ditinjau kembali oleh pemerintah daerah bersama DPRD Kabupaten Tolikara.
Sudah saatnya pemerintah Kabupaten Tolikara harus segera bertindak menertibkan penarikan tarif yang bervariasi ini dengan regulasi yang tetap, pasti dan terjangkau sehingga para sopir tidak mematok tarif sesukanya. Tarif carteran pun harus ditetapkan harga standarnya. Tidak boleh bervariasi agar tidak meresahkan warga.
Para sopir atau pengusaha jasa transportasi melihat kondisi ini sebagai peluang yang harus dikeruk sepuasnya, tanpa mau mempertimbangkan kondisi masyarakat setempat yang hanya sebagai konsumen jasa angkutan.
Munculnya variasi nilai tarif angkutan umum, carteran dan ojek juga disebabkan karena tidak ada intervensi pihak berwenang khususnya dinas teknis terkait sehingga terasa memberatkan warga.
“kita tidak bisa tawar-tawar banyak karena dorang yang punya kendaraan jadi”, tutur Denis warga Karubaga.
Menurut Denis, dirinya juga pernah mengalami hal seperti ini, tiba-tiba ongkos mobil su dinaikan lebih dari Rp 5 jt
Untuk itu, sudah saatnya hal ini menjadi perhatian pemerintah yang bisa diatur melalui peraturan daerah atau keputusan bupati sebab hal ini telah berlangsung dari tahun ke tahun dan terkesan kurang mendapat perhatian dari eksekutif maupun legislatif daerah sehingga hal ini sudah sewajarnya menjadi sorotan publik yang harus dibenahi bersamaan dengan tarif sembilan bahan kebutuhan pokok (sembako) agar tidak menimbulkan keresahan warga masyarakat karena tingkat kemahalan yang cukup signifikan. *(gm)