suaraperempuanpapua.id – DISKUSI publik dengan peserta dari berbagai kalangan itu dilakanakan dalam kerangka Hari Pers se-Dunia 2022, yang jatuh pada 3 Mei itu dilaksanakan di Grand Hotel Abepura, Jayapura pada Sabtu, 21 Mei 2022 mengawali penyelenggaraan Konferensi (Konferta) Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jayapura 2022.
Diskusi publik itu menghadirkan empat narasumber utama, yaitu Candra Kurniawan, Wakil Kepala Penerangan Kodam 17 Cenderawasih Jayapura. Nahriyah, Dosen Universitas Muhammadiyah Jayapura. Fiktor Mambor, Anggota AJI Kota Jayapura serta Agus dari Dinas Penerangan Kepolisian Daerah Papua. Setiap narasumber membawakan materi dengan topik berbeda.
Wakil Kepala Penerangan Kodam 17 Cenderawasih Jayapura, Candra Kurniawan, dalam diskusi itu mengatakan tugas Bidang Penerangan Kodam adalah memberikan penerangan kepada semua satuan yang bertugas di wilayah Papua. Salah satunya tentang keberadaan media massa dan jurnalis yang bekerja di Papua. “Kami juga selalu menyampaikan keinginan media kepada semua satuan yang bertugas di Papua. Kita senang dengan kebebasan pers, dan kedepan kita akan tetap dukung”, ujar Candra.
Masalah pemberitaan dan bagaimana pemberitaan Kodam 17 Cenderawasih tetap berpatokan pada standard operasional prosedur dan tetap terbuka dengan media massa.
Nahriyah, Dosen Universitas Muhammadiyah Jayapura, mengatakan kebebasan pers di Indonesia sudah dijamin dalam UU RI Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Namun, faktanya semua hal yang diatur dalam undang-undang pers itu belum terwujud sesungguhnya. Kondisi kebebasan pers di Papua mengalami pasang surut.
Kenapa jurnalis di Papua belum menikmati kebebasan pers? Menurut Nahriyah, hal itu disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal ada dua, satu diantaranya, rendahnya profesionalisme jurnalis. Ini disebabkan oleh masalah kesejahteraan, jaminan kerja perusahaan, kurangnya pendidikan dan pelatihan di bidang jurnalis.
Sementara faktor eksternalnya disebabkan karena kurangnya pemahaman publik terhadap tugas dan fungsi jurnalis, kurang maksimalnya penegakkan hukum di bidang jurnalis karena lebih banyak ditempuh dengan cara penyelesaian secara kekeluargaan atau adanya impunitas. Apakah UU Pers yang ada ini sudah memberi jaminan terhadap jurnalis di Papua?
Berdasarkan hasil penelitian Nahriyah mengusulkan, Papua sebagai wilayah konflik, maka UU Pers yang ada saat ini perlu direvisi untuk menambah satu bagian khusus yang mengatur tentang kebutuhan jurnalis dan perusahaan media di wilayah konflik. Apa yang diperlukan jurnalis di Papua? yaitu perlindungan khusus, fasilitas kerja khusus, asuransi dan jaminan kesehatan, peningkatan kesejahteraan.
Nahriyah juga mengusulkan bahwa, dalam revisi UU Pers, perlu ada pasal khusus tentang jaminan keamanan dan keselamatan jurnalis di wilayah konflik dengan memperhatikan hal-hal seperti jurnalisme pragmatik, mengutamakan keselamatan diri, menggunakana bahasa yang berpersfektif damai, dan berpegang teguh pada kode etik jurnalistik.
“Apapun kondisi yang terjadi di wilayah konflik seperti di Papua, kebebasan pers harus diperjuangkan terus untuk mendapatkannya. Walau saat ini, teknologi komunikasi berkembang pesat, namun tidak bisa mematikan kerja-kerja jurnalisme”, tegas Nuhriyah.
Fiktor Mambor, Anggota AJI Kota Jayapura dan juga Pemimpin Umum Jubi.co.id yang membawakan materi dengan topik “Hambatan Kebebasan Pers di Papua”, mengatakan kalau jurnalis mau dihargai, lebih dulu jurnalis yang harus menghargai orang lain. Tidak mungkin orang hargai jurnalis, kalau jurnalis sendiri tidak menghargai orang lain.
Bentuk kekerasan terhadap pers yang terjadi selama ini di Papua menurut Fiktor Mambor, adalah berupa hacking, hoax, doxing, impersonifikasi, website, akun media sosial. Kekerasan terjadi dalam berbagai bentuk seiring perubahan media ke bentuk digital.
Hambatan kebebasan pers yang lain adalah etik dan profesionalisme, upah layak, suap, iklim perusahaan pers yang tidak sehat. “Semakin kita menunjukkan profesionalisme, orang akan menghargai kita. Kita tidak mungkin harapkan jurnalisme yang baik dalam kondisi perusahaan yang tidak baik”, jelas Fiktor Mambor.
Sementara Agus dari Dinas Penerangan Kepolisian Daerah Papua, mengatakan pers bekerja berdasarkan fakta dan data. Untuk mendukung kebebasan di Papua, maka perlu adanya sinergi dan komunikasi dengan berbagai pihak di Papua untuk menghargai kerja-kerja pers di Papua. Selama ini Polda Papua selalu membangun komunikasi dengan pers melalui menjalin kerjasama media.
“Dalam kerjasama pemberitaan media kedepan, saya harap tidak hanya dalam bidang keamanan. Tetapi juga dalam bidang-bidang lain. Seperti masalah pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur, dan lain-lain juga bisa menjadi sumber pemberitaan media massa dari TNI maupun kepolisian”, harap Agus.
paskalis keagop