PERJUANGAN masyarakat adat untuk memekarkan Grime Nawa menjadi kabupaten baru, terpisah dari Kabupaten Jayapura cukup panjang dan berliku. Perjuangan diawali dengan pertemuan para tokoh masyarakat adat Grime Nawa dengan Presiden RI Megawati Soekarnaputri pada 9 Oktober 2003 lalu.
Pasca pertemuan itu, upaya selanjutnya dilakukan secara perorangan maupun secara tim selama empat tahun, namun tidak pernah membuahkan hasil.
Sehingga digelarlah rapat besar yang menghadirkan seluruh tokoh dan masyarakat adat Grime Nawa di aula Balai Pendidikan dan Latihan Kesehatan Padangbulan, Jayapura pada 2006. Dalam pertemuan itu, mereka hadirin sepakat membentuk Tim Kerja Pemekaran Kabupaten Grime Nawa beranggotakan tujuh orang dilengkapi banyak seksi, kemudian tim ini disahkan oleh Dewan Adat Grime Nawa, dan memberi kuasa kepada tim untuk memulai tugasnya memperjuangkan aspirasi masyarakat sampai sekarang (2012).
Upaya mewujudkan Grime Nawa menjadi kabupaten yang dimulai pada 2003 lalu itu tidak berjalan lancar dan sukses karena kurangnya dukungan pemerintah Kabupaten Jayapura dan lemahnya jaringan kerja tim. Selain itu, issue pemekaran Grime Nawa juga menjadi bahan kampanye para elite politik lokal yang ingin menjadi bupati maupun anggota DPR. Bahkan dalam setiap kampanye politik para kandidat, selalu membuat kontrak politik, tapi setelah terpilih, mereka tidak pernah memperjuangkan pemekaran Grime Nawa.
Pada 2007 lalu, Tim DPRD Kabupaten Jayapura periode 2004 – 2009 pernah turun ke Nimbokrang bertatap muka dan berdialog dengan masyarakat Grime Nawa. Anggota DPRD yang berkunjung saat itu, diantaranya Rex Suebu (alm), Anggelina Ibo, Yustus Nisaf dan John Suebu.
Dalam dialog itu masyarakat menyampaikan aspirasi usulan pemekaran Grime Nawa menjadi daerah otonom baru. Aspirasi itu direspon baik oleh para anggota dewan yang hadir saat itu. Namun setelah pulang dan dalam sidang musyawarah DPRD Kabupaten Jayapura menyatakan Grime Nawa tidak layak untuk dimekarkan menjadi kabupaten baru. “Sikap dewan ini membuat masyarakat marah dan menilai anggota DPRD Kabupaten Jayapura itu berlidah cabang dua. Mereka lihat dan bicara di lapangan lain, tapi kenyataan yang mereka bicara lain”, kata Theodorus Yaung.
Termasuk Penjabat Bupati Jayapura, Jansen Monim juga mengatakan Grime Nawa tidak bisa dipisahkan dari Sentani karena dana alokasi umum Kabupaten Jayapura kecil. “Ini alasan yang dibuat-buat penjabat bupati Jayapura, karena pemekaran wilayah tidak terkait dengan dana alokasi umum. DAU bukan merupakan salah satu syarat pemekaran suatu wilayah”, ujar Wakil Ketua Tim Kerja Pemekaran Kabupaten Grime Nawa, Theodorus Yaung di rumahnya, Rabu 22 Agustus 2012 lalu.
Akhirnya masyarakat sendiri melalui Tim Kerja Pemekaran Kabupaten Grime Nawa yang dipimpin Arnold Udam sebagai Ketua Tim dan Theodorus Yaung sebagai Wakil Ketua Tim bersama beberapa anggota tim melakukan lobi ke Jakarta bertemu dengan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, H. Fahrudin dan menyerahkan dokumen usulan pemekaran Grime Nawa pada 27 Agustus 2008.
Tim kerja juga bertemu dengan Ketua DPR RI Agung Laksono pada 30 Agustus 2008 di ruang tunggu VIP Bandara Soekarno Hatta Jakarta. Penyerahan dokumen kepada Ketua Umum Partai Golongan Karya, Agung Laksono difasilitasi oleh Kepala Perwakilan Pemerintah Provinsi Papua di Jakarta, Joice Tambunan.
Pada 30 Agustus 2008, Agung Laksono ke Jayapura melantik John Ibo menjadi Ketua Kosgoro Provinsi Papua, saat itulah masyarakat adat Grime Nawa meminta kesediaan Agung Laksono merayakan Natal Bersama di Nimboran.
Agung menyanggupi permintaan itu, dan ia datang merayakan Natal 31 Desember 2008 bersama masyarakat Grime Nawa di Nimboran. Saat itulah, Agung Laksono dilantik menjadi Anak Adat Nimboran.
Usai Natal bersama itu, Agung pulang ke Jakarta dan digelarlah rapat pada 2 Januari 2009 memasukan aspirasi usulan pemekaran Grime Nawa dalam agenda sidang DPR RI. Sidang pembahasan RUU tentang Pemekaran Kabupaten Grime Nawa, Pegunungan Arfak dan Kabupaten Manokwari Selatan oleh Komisi II DPR RI dilakukan pada 21 Januari 2009.
“RUU ini sebenarnya sudah harus disahkan menjadi UU, tetapi terhalang karena adanya kebijakan moratorium pemekaran”, ujar Theodorus Yaung, Wakil Ketua Tim Kerja Pemekaran Kabupaten Grime Nawa, pada Rabu 22 Agustus 2012.
Namun pembahasannya belum diteruskan hingga disahkan menjadi UU karena adanya kebijakan moratorium pemekaran. Dalam RUU Pemekaran itu, wilayah Kabupaten Grime Nawa mencakup 12 distrik, meliputi: Nimboran, Kemtuk Gresi, Demta, Kaureh, Unurum Guay, Nimbokrang, Kemtuk, Namblong, Yapsi, Yokari, Airu dan Gresi Selatan.
“Jadi tujuh distrik mana saja yang diusulkan Penjabat Bupati Jayapura Jansen Monim bersama timnya masuk dalam wilayah Kabupaten Grime Nawa yang baru diusulkan? kami tidak tahu karena nama-nama distrik tersebut tidak disebutkan, dan itu tidak ada dalam naskah akademik yang dibuat oleh siapa dan tidak ada dalam RUU Pemekaran Grime Nawa”, ujar Theodorus Yaung.
Jumlah distrik yang masuk dalam wilayah Grime Nawa yang tercantum dalam naskah akademik yang dibuat Universitas Negeri Papua dan dalam surat pernyataan Bupati Jayapura Habel Melkias Suwae pada 6 September 2006 sebanyak 12 distrik, dan jumlah 12 distrik ini yang tercantum dalam RUU Pemekaran Kabupaten Grime Nawa.
Satu RUU Pemekaran yang sedang dibahas di DPR RI itu mencakup pemekaran tiga kabupaten baru: Grume Nawa, Pegunungan Arfak dan Manokwari Selatan. RUU ini sudah mulai dibahas pada 2 Januari 2009.
“Usulan pemekaran Kabupaten Grime Nawa dengan wilayah mencakup tujuh distrik oleh Penjabat Bupati Jayapura Jansen Monim bersama timnya itu adalah usulan baru. Nama-nama distriknya apa saja juga tidak ada dalam naskah akademiknya, dan ini tidak sah. Karena tidak ada dalam rancangan UU pemekaran Kabupaten Grime Nawa yang sudah dibahas DPR RI pada 21 Januari 2009 lalu”, kata Theo Yaung.
Wakil Ketua Tim Kerja Pemekaran Kabupaten Grime Nawa, Theodorus Yaung mengatakan peta wilayah pemekaran Kabupaten Grime Nawa yang masyarakat adat Grime Nawa mau adalah sesuai dengan peta onderafdeling Nimboran yang telah dibuat pemerintahan Belanda dulu, yaitu meliputi 12 distrik. Karena peta onderafdeling pemerintahan Belanda ini sesuai dengan kesatuan budaya, kesatuan ekonomi dan penyebaran sumberdaya manusia.
Sementara itu, Ketua Tim Kerja Pemekaran Kabupaten Grime Nawa, Arnold Udam yang dihubungi di Jakarta via telepon selulernya, Rabu 22 Agustus 2012 lalu mengatakan proses usulan pemekaran Kabupaten Grime Nawa sudah selesai dan kini Komisi II DPR RI secara resmi sudah membahas rancangan undang-undangnya sejak 21 Januari 2009, dengan mencakup wilayah 12 distrik. Karena itu, apa yang sudah diatur dalam RUU yang akan menjadi UU ini harus dipatuhi oleh siapa pun di seluruh Indonesia, termasuk pemerintah dan masyarakat Kabupaten Jayapura.
“Oleh karena itu, kami menilai usulan tujuh distrik untuk wilayah Kabupaten Grime Nawa oleh Penjabat Bupati Jayapura Jansen Monim bersama timnya itu merupakan upaya untuk menciptakan konflik di masyarakat. Jika rencana itu membuat terjadinya konflik, maka usulan pemekaran Kabupaten Grime Nawa akan dibatalkan. Dan pengaruhnya itu bukan saja Grime Nawa, tapi semua usulan pemekaran kabupaten dan provinsi di seluruh Indonesia akan dibatalkan pemerintah pusat”, ujar Arnold Udam di Jakarta.
Ia menambahkan, pemerintah tidak mau dan takut jika dalam proses usulan pemekaran wilayah itu menimbulkan konflik yang mengakibatkan korban jiwa dan harta benda.
Bupati Jayapura terpilih, Mathius Awoitauw yang ditemui di rumahnya, Rabu 25 Juli 2012 lalu mengatakan kondisi fisik Grime Nawa itu lebih siap menjadi kabupaten baru, dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten pemekaran lain. Grime Nawa jauh lebih siap, dan mereka sudah berjuang lama.
“Dan saya kalau besok dilantik, saya harus membantu mereka untuk percepat itu. Karena mereka sudah menantikan terlalu lama. Saya tidak punya hak untuk mengganggu itu. Tapi punya kewajiban untuk mendorong untuk direalisasikan. Mungkin Grimenawa dimekarkan, perkembangan bisa lebih cepat. Karena mereka lebih siap. Kalau belum siap mungkin kita masih pertimbangkan. Tapi karena mereka lebih siap, maka akan difasilitasi”, ujar Direktur Sekolah Demokrasi Papua yang terpilih menjadi Bupati Jayapura periode 2012 – 2017. (*) Paskalis Keagop & Gabriel Maniagasi