Tahun 2019 merupakan tahun duka bagi umat Katolik di Papua. Berturut-turut pemimpin umat berpulang.
TSPP.Jayapura – MGR. John Philip Gaiyabi Saklil, lahir di Kokonao, Mimika Barat, Mimika, Papua, 20 Maret 1960. Uskup Timika pertama, yang menjabat sejak 19 Desember 2003.
Anak dari keluarga guru, Krisantus Saklil dan Yosefina Rahangmetan. John, sapaan ringkasnya, anak keempat dari 10 bersaudara (dua laki-laki, delapan perempuan), alumni Sekolah Tinggi Teologi Fajar Timur (STFT) di Jayapura. Walaupum awalnya, si ayah Krisantus keberatan atas pilihan si anak untuk menjadi pastor. Begitu tuturan Suster Rosalina Saklil, KSFL, adik kandung Uskup John kepada Suara Perempuan Papua, saat Misa Requem di Katedral Tiga Raja Timika, 7 Agustus 2019.
”Karena kaka John sudah bulat tekat pada cita-citannya, bapa mengalah pada,” kata Rosalina. Pastor yang menjalani tugas orientasi pastoral di Nabire selama setahun ini ditahbiskan menjadi imam Diosesan (Projo/Pr.) oleh Uskup Emeritus Herman Münninghoff, OFM pada 23 Oktober 1988. Saklil yang menjalani pendidikan pastoralnya di Manila, Filipina (1993-1996), ini ditunjuk sebagai Uskup Mimika oleh Paus sejak 19 Desember 2003. Keuskupan Mimika meliputi Kabupaten Mimika, Paniai, Deyai, Dogiyai, Paniai, Nabire, Yapen, Waropen, Intan Jaya, Puncak, Mamberamo Raya, Puncak Jaya, Supiori, Biak Numfor.
Bersamaan dengan pendirian Keuskupan Timika sebagai pemekaran dari Keuskupan Jayapura, Mgr. Saklil ditunjuk sebagai Uskup pertama Timika pada 19 Desember 2003. Ia ditahbiskan sebagai uskup pada 18 April 2004. Ia ditahbiskan oleh Mgr. Leo Laba Ladjar, O.F.M. sebagai Penahbis Utama, didampingi Uskup Agung Emeritus Merauke, Mgr. Jacobus Duivenvoorde, MSC. dan Uskup Agats, Mgr. Aloysius Murwito, O.F.M.
Ia memegang moto “Parate viam Domini” (Mat 3:3, par. Mrk 1:3, Luk 3:4). Suatu seruan kenabian kepada umat, terutama di Keuskupan Timika untuk bertobat, menyiapkan diri, membersihkan hati, supaya diselamatkan oleh Tuhan.
Sejak 2009 hingga 2015, ia terpilih menjadi Ketua Komisi Kepemudaan KWI. Semasa jabatannya, ia membaca keprihatinan Orang Muda Katolik yang telah lama terjadi. Hal ini membawa kepada pelaksanaan Indonesian Youth Day pertama yang diselenggarakan di Sanggau. Paus Benediktus XVI menyatakan kegembiraan atas pelaksanaan IYD 2012 tersebut.
Sebagai pemimpin umat di wilayah-wilayah yang sebagiannya diporakporandakan perusahaan kayu dan tambang, ia tak segan bersuara keras dalam membela hak-hak adat umat.
Dalam pesannya melalui deklarasi tungku api Keuskupan Timika, misalnya, ia mengingatkan tentang pandangan lokal mengenai tanah sebagai “mama” yang “memelihara”, merawat dan membesarkan. Tanah adalah “dari mana kita datang” dan “ke mana kita akan pergi”. Tanah menyimpan semua kekayaan yang kita butuhkan. Jika tanah tidak dirawat dan hanya dirusak, kehidupan terancam, anak-cucu dikorbankan. “Satu kepala keluarga, satu tungku”.
Menjual tanah berarti mengakhiri hidup. “Jangan hidup dari hasil jual tanah, tapi dari hasil olah tanah”. Jangan jual dusun sagu. Kalau dusun sagu hilang, ko makan kelapa sawit-kah? Kalau lahan kebun lenyap, ko ta’u tanam padi-kah?” pesan Uskup yang juga suka bikin mop.
Kepada Suara Perempuan Papua, Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua Frits Ramandey, menyebut Uskup Saklil, ”seorang gembala yang selalu berada di garis depan membela hak-hak masyarakat kecil yang terabaikan.
Frits mencontohkan, ketika terjadi pro-kontra di Indonesia pada 2017, seputar besaran saham PT. Freeport dalam wilayah pelayanannya. Saklil menemui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignatius Jonan. Ia berpesan, agar berapapun besaran saham yang ditentukan, hak-hak masyarakat asli Papua diperhatikan.”
Pada 27 Juli 2019, ia ditunjuk sebagai administrator apostolik sede plena Keuskupan Agung Merauke, setelah Nicolaus Adi Seputra, M.S.C., dibebastugaskan sebagai Uskup Agung Merauke.
Sabtu, 3 Agusutus 2019 Mgr. John Philip Saklil, Pr, meninggal di Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Caritas, Timika. Duka yang mendalam bagi umat Katolik di Keuskupan Mimika dan umat Katolik di Papua.
Pastor Amandus Rahadat, Pr dalam ibadah pelepasan jenazah (riquem) di Katedral Tiga Raja, Mimika, menyatakan sebagai manusia, pasti kita masih menginginkan beliau hidup. Banyak tugasnya yang masih menunggu. Tapi, mengutip pesan dalam salah satu khotbah Saklil sendiri, “Jangan kita menggugat urusan dan rencana Tuhan atas hidup kita.”
Tahun 2019 merupakan tahun duka bagi umat Katolik di Papua. Di tahun ini, berturut-turut pemimpin umat telah berpulang: Pastor Neles K. Tebay, Pr (April lalu), Pastor Yulianus Bidau Mote, Pr, Izak Resubun, MSC (Agustus) Yulianus (pembantu Uskup Keuskupan Jayapura). Duka yang mendalam bagi umat Katolik di Papua.
John Saklil meninggal dunia pada 3 Agustus 2019 pada pukul 14.16 WIT dalam usia 59 tahun di Rumah Sakit Mitra Masyarakat, Timika dalam usia 59 tahun. Ia dimakamkan pada sore 7 Agustus 2019 di Pemakaman Imam Diosesan Keuskupan Timika, dalam mendung dan gerimis tipis.
Ribuan umat berjalan kaki mengarak mobil jenazah—ratapan duka dan tabuhan tifa dari orang Kamoro mengeringi. Mereka berjalan menuju Kantor Keuskupan Timika, Kompleks rumah transit Bobaigo, Jl. Cendrawasih 12, Kwamki, Mimika, yang berjarak sekira dua kilometer (*). alfonsa wayap