suaraperempuanpapua.id – PAPUA adalah Taman Firdaus yang hilang. Karena semua hal yang ada di Tanah Papua tak satupun yang sama dengan apa yang dimiliki bangsa manapun di muka bumi ini. Karena itu, semua orang menyebut Papua unik dan menarik banyak perhatian para ahli dari seluruh dunia datang meneliti sekaligus menjarah berbagai kekayaan alam dan bukti sejarah peradaban yang ada di Papua dan dibawa ke negeri mereka.
Khusus penjarahan benda arkeologi Papua sudah dimulai sejak kedatangan bangsa asing di Papua sejak sekira tahun 1500-an hingga hari ini. Hasil jarahannya, kini dapat dilihat di berbagai perpustakaan nasional negara dan perpustakaan universitas di seluruh dunia. Kini orang Papua hanya ingat namanya. Barangnya hidup di negeri lain.
Bangsa-bangsa penjajah dan penjarah kekayaan Papua yang terjadi sejak sekira tahun 1500-an hingga hari ini seperti di Prancis, Belanda, Amerika, Inggris, Jerman, dan lain-lain hingga kini Indonesia. Belum ada tanda-tanda penjarahan kekayaan Papua akan berakhir.
Semua yang mereka bawa dengan alasan untuk meneliti dan pengembangan ilmu pengetahuan, kemudian menyatakan bahwa ilmu pengetahuan yang mereka bawa lebih maju dan lebih unggul dibanding budaya orang Papua. Kemudian dikatakan orang Papua adalah bangsa purbakala yang masih tersisa di bumi dan tidak pernah beradab.
Dengan anggapan itu, seluruh kekayaan alam, kekayaan intelektual di masa lalu maupun di masa sekarang terus dijarah oleh bangsa-bangsa asing seperti Prancis, Belanda, Amerika, Inggris, Jerman, dan lain-lain hingga kini bangsa Indonesia.
Pendirian Balai Arkeologi Papua di Jayapura awalnya disponsori oleh Mambesak. Mambesak adalah salah satu kelompok musik akustik legendaris Papua, dengan nama: Mambesakologi Tanah Papua. Para personel Mambesak mendatangi tiap suku di Papua mencatat lagu-lagu asli dan mengumpulkan benda-benda budaya asli tiap suku kemudian dibawa ke Jayapura, kemudian lagu dari tiap suku menjadi lagu Mambesak serta benda-benda budaya dikumpulkan di Balai Arkeologi di Jayapura untuk pelestarian dan pengembangan ilmu pengetahuan lokal Papua.
Sementara pengumpulan benda arkeologi Papua oleh bangsa lain oleh para peneliti maupun oleh pekabar Injil dengan alasan untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta dengan alasan untuk menghilangkan kepercayaan tradisional suku-suku di Papua yang menyembah berhala. Eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam dan kekayaan intelektual Papua terus dilakukan dibawa lari ke negeri lain. Tak satupun yang tersimpan dan dilestarikan di negeri asalnya, Papua.
Bangsa-bangsa asing itu tidak hanya menjarah kekayaan alam Papua. Tetapi juga benda arkeologi peninggalan masa lalu. Benda arkeologi Papua yang terkumpul di Kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Kawasan Kerja Bersama Jayapura bekas Kantor Balai Arkeologi Papua di Expo Taman Budaya Waena, Kota Jayapura sedang direncanakan untuk memindahkannya ke Cibinong, Jawa Barat.
Benda arkeologi di Taman Budaya Expo Waena itu merupakan hasil ekskavasi yang dilakukan dari beberapa wilayah di Papua seperti Jayapura, Sarmi, Biak, Kaimana, Wamena, Sorong, Manokwari, Raja Ampat, Asmat, Merauke, Mimika dan daerah lain.
Benda arkeologi itu berupa: tulang manusia, tulang hewan darat serta biodata laut, dan danau, kulit kerang, aksesoris dari bahan hewan dan tumbuhan, perkakas hidup dari gerabah, patung, ukiran, dan lainnya.
Perawatan benda arkeologi merupakan langkah strategis dalam menjaga dan melestarikan sejarah Papua. Karena memiliki keterkaitan erat dengan sejarah perkembangan kebudayaan. Benda arkeologi merupakan hak milik yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan orang Papua sebagai entitas budaya yang turut memperkaya khasana budaya nasional Indonesia.
Dewan Adat Papua menilai rencana pemindahan benda arkeologi Papua oleh BRIN ke Cibinong, Jawa Barat sebagai bentuk tindakkan menghapus sejarah kebudayaan orang Papua.
Badan Riset dan Inovasi Nasional berencana memindahkan benda arkeologi Papua ke Jawa Barat akan dilakukan secara bertahap hingga 16 Desember 2024. Masyarakat Adat Papua yang mengetahui rencana BRIN memindahkan benda arkeologi Papua itu menyatakan menolak rencana pemindahan benda arkeologi Papua ke Jawa.
“Benda arkeologi adalah kekayaan budaya dan kekayaan intelektual orang Papua yang tidak dapat dipindahkan, bahkan dilarang diperjualbelikan oleh siapa pun. Kami menolak dengan tegas rencana BRIN yang mau memindahkan benda arkeologi Papua,” tegas Ketua Dewan Adat Kainkain Karkara Byak, Manfun Apolos Sroyer.
Untuk memindahkan benda arkeologi Papua itu, Pemerintah Indonesia telah menandatangani World Intellectual Property Organization (WIPO) Treaty on Intellectual Property, Genetic Resources and Associated Traditional Knowledge, pada pada 8 Juli 2024 lalu. Traktat ini bertujuan meningkatkan efektivitas, transparansi dan kualitas sistem paten terkait sumberdaya genetik dan pengetahuan tradisional yang berhubungan dengan sumberdaya genetik.
Usai penandatanganan traktat, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan penandatanganan traktat merupakan langkah strategis bagi Indonesia dalam melindungi sumberdaya genetik dan pengetahuan tradisional. Pemerintah Indonesia juga sedang mendaftarkan BRIN, khususnya Indonesian Culture Collection sebagai salah satu International Depositary Authority berdasarkan Budapest Treaty on the International Recognition of the Deposit of Microorganism for the Purposes of Patent Procedure.
Menyikapi rencana pemindahan benda arkeologi Papua oleh BRIN ke Jawa Barat itu, 24 lembaga di Papua menyatakan sikap menolak, dengan pernyataan:
Satu: menolak dengan tegas rencana dan upaya pemindahan benda arkeologi Papua yang sementara ini menjadi koleksi Balai Arkeologi Papua. 2) Meminta Presiden RI Joko Widodo agar memerintahkan Kepala BRIN Indonesia segera menghentikan upaya pemindahan benda arkeologi Papua dengan tujuan apapun, karena tidak menghargai sejarah dan identitas orang Papua. 3) Mendesak Balai Arkeologi Papua agar segera mempublikasikan koleksi benda arkeologi Papua yang akan dipindahkan ke Cibinong, Jawa Barat agar diketahui oleh orang Papua.
Empat: Mendorong pemerintah daerah mulai dari provinsi, kabupaten dan kota di Tanah Papua agar menyiapkan rumah koleksi benda arkeologi, sehingga dapat dirawat demi kepentingan pelestarian dan pengembangan ilmu pengetahuan di Tanah Papua. 5) Apabila terjadi alih fungsi penggunaan gedung kantor Balai Arkeologi Papua untuk kepentingan lain, maka Museum Loka Budaya Universitas Cenderawasih Jayapura di Abepura diminta bersedia menampung koleksi benda arkeologi, koleksi buku dan peralatan ekskavasi arkeologi yang dihibahkan oleh pihak ketiga.
Pernyataan penolakan disampaikan bertepatan pada Hari Masyarakat Adat Internasional, pada Selasa 9 Agustus 2024.Ke-24 lembaga yang menyatakan sikap menolak rencana pemindahan benda arkeologi Papua, adalah:
- Museum Loka Budaya Universitas Cenderawasih Jayapura.
2. Program Studi Sejarah Universitas Cenderawasih Jayapura.
3. Jurusan Antropologi Universitas Cenderawasih Jayapura.
4. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cenderawasih Jayapura.
5. Dewan Adat Papua.
6. Dewan Adat Papua Wilayah III Doberai.
7. Dewan Adat Papua Wilayah La Pago.
8. Dewan Adat Kainkain Karkara Byak.
9. Dewan Adat Daerah Hubula. - Dewan Adat Mbaham Matta.
- Perkumpulan Mambesakologi Tanah Papua.
- Perkumpulan Byakologi Sup Papua.
- Bengkel Pembelajaran Antar Rakyat (BELANTARA) Sorong.
- Himpunan Yoikatra.
- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua.
- Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia (PAHAM) Papua.
- Lembaga Penelitian Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH)
Manokwari.
- Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Tanah Papua.
- Yayasan Pusaka Bentala Rakyat.
20. Lembaga Indonesia Social Community.
21. Papuan Voices Nasional Papua.
22. Perkumpulan Budaya Teges Papua.
23. Komunitas Sastra Papua (KOSAPA).
24. Komunitas Cinta Sejarah.