suaraperempuanpapua.id – WORKSHOP evaluasi penggunaan dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua oleh sembilan pemerintah daerah di wilayah adat Mamberamo Tami dan Saireri itu akan dilaksanakan di Hotel Suni Garden Lake Sentani, pada Senin 25 Agustus 2020.
Sembilan pemerintah daerah yang akan menggelar workshop itu adalah Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, Sarmi, Keerom, Mamberamo Raya, Waropen, Kepulauan Yapen, Biak dan Kabupaten Supiori.
Bupati Jayapura Mathius Awoitauw didampingi Alpius Toam menggelar jumpa pers rencana workshop evaluasi penggunaan dana Otsus pada Minggu 24 Agustus di Hotel Suni Garden Lake Sentani.
Dalam jumpa pers itu, Mathius Awoitauw mengatakan workshop evaluasi penggunaan dana Otsus itu akan akan dihadiri para bupati dan walikota, anggota DPRD, anggota DPR Papua dan anggota Majelis Rakyat Papua utusan wilayah adat Mamta dan Saireri.
Ada dua hal yang akan menjadi bahan evaluasi dalam workshop itu, yaitu pertama, efektivitas kewenangan penyelenggaraan pemerintahan di Papua dalam kerangka pelaksanaan UU Otsus Papua. Selama ini tidak jelas kewenangan pemerintah di daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan karena tidak ada kewenangan. Seperti kepala dilepas dan menahan ekor.
Serta kedua, laporan pemanfaatan keuangan yang diberikan pemerintah pusat selama ini dalam kerangka Otsus. Dana yang diberikan atas nama Otsus juga tidak jelas sumbernya dari mana dan dana itu berupa apa? Misalnya, dari hasil pengelolaan sumberdaya tambang tembaga dan emas oleh PT. Freeport Indonesia di Mimika, yang dikasih ke Jakarta Rp 18 triliyun dan dikasih ke Papua adalah Rp 900 miliyar. Ini sangat tidak adil.
Penggunaan dana Otsus yang akan dievaluasi dalam workshop itu adalah dana Otsus yang diterima sembilan pemerintah daerah di wilayah Mamta dan Saireri sejak 2002 sampai 2020. Evaluasi itu dilakukan untuk melihat bagaimana pengelolaan dana Otsus.
“Ini sudah 19 tahun dana Otsus telah diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah Provinsi Papua dan telah dibagikan ke seluruh kabupaten dan kota di Papua dengan jumlah yang berbeda”, jelas Mathius Awoitauw.
Prosentase pembagian dana Otsus oleh Pemerintah Provinsi Papua kepada pemerinah kabupaten dan kota telah dilakukan sebanyak tiga kali dalam kurun 19 tahun.
Yaitu, pembagian pertama 60 persen provinsi dan 40 persen kabupaten. Pembagian kedua, 40 persen provinsi dan 60 persen kabupaten serta pembagian ketiga, 80 persen kabupaten dan 20 persen dikelola provinsi. Dari prosentase yang dikasih ke kabupaten itu dibagi ke tiap kabupaten berdasarkan jumlah penduduk, dan tingkat kesulitan wilayah.
Bupati Jayapura Mathius Awoitauw kepada wartawan mengatakan, dalam workshop nanti, setiap kabupaten akan menyampaikan berapa dana Otsus yang diterima selama 19 tahun dan bagaimana penggunaannya? Yang harus mempertanggungjawabkan adalah pihak yang menerima dan menggunakan dana Otsus. Saat workshop nanti tidak hanya mengevaluasi penggunaan dana, tapi juga akan membahas hal-hal apa yang harus dilakukan setelah evaluasi.
Saat ini ada dua undang-undang yang diterapkan untuk penyelenggaraan pemerintahan di Papua, yaitu kabupaten menggunakan UU Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004, sementara pemerintah provinsi menggunakan UU Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001.
Penerapan UU Otsus Nomor 21/2001 terpusat di Pemerintah Provinsi Papua, sementara pemerintah kabupaten hanya menerima dana Otsus, tetapi urusan pemerintahan lainnya menggunakan UU Otda Nomor 32/2004.
“Kita ingin Otsus bisa benar-benar dilaksanakan sesuai dengan apa yang tertulis di dalam UU Otsus. Ada tiga hal penting yang diatur di dalam Otsus, yaitu proteksi, pemberdayaan dan keberpihakan bagi orang asli Papua. Tapi tiga hal itu belum begitu terlihat selama penerapan UU Otsus di Papua. Otsus adalah jalan tengah antara masyarakat Papua dan pemerintah pusat untuk menyelesaikan berbagai masalah di Papua”, ujar Awoitauw.
Mathius Awoitauw mengatakan seluruh pertanyaan mengenai pelaksanaan UU Otsus, harus pemerintah provinsi yang jawab, karena penerapan UU Otsus Nomor 21 Tahun 2001 hanya di provinsi, sementara kabupaten dan kota hanya terima uangnya saja.
“Yang kita akan evaluasi dalam workshop pada Senin 25 Agustus 2020 adalah berapa dana yang kita terima dan bagaimana penggunaannya. Antara Mamta dan Saireri telah adakan rapat dua kali untuk membahas persiapan workshop. Rapat persiapan kedua direncanakan diadakan di Biak, tapi batal karena wabah virus corona, akhirnya rapat diadakan secara virtual dan disepakati diadakan di Jayapura”, ujar Mathius.
Tidak semua orang yang datang bisa memasuki ruangan workshop, hanya sekira 200 orang saja yang akan berada akan berada di dalam ruangan, karena panitia pelaksana akan tetap menerapkan protokol kesehatan, dan peserta wajib gunakan masker.
Yang akan berada di dalam ruangan workshop adalah perwakilan kelompok masyarakat seperti para kepala daerah, anggota DPRD, anggota DPR Papua, anggota MRP, akademisi, LSM, dan tokoh masyarakat lainnya. Di dalam workshop nanti akan diadakan pemaparan penerimaan dan penggunaan dana Otsus, diskusi, dialog atau ruang tanya jawab dan rekomendasi untuk disampaikan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah pusat.
Mathius Awoitauw mengatakan workshop evaluasi pengelolaan dana Otsus ini hanya dilakukan oleh pemerintah daerah di dua wilayah adat, Mamta dan Saireri, karena secara ekologi kedua daerah ini sama, yaitu berada di daerah pesisir pantai laut. Persoalan Otsus harus dibicarakan dengan semua unsur masyarakat. Kalau pemerintah kabupaten di wilayah adat lain mau evaluasi, itu silakan.
Kabupaten Jayapura terima dan kelola dana Otsus sesuai petunjuk peraturan gubernur Papua. Sejak kabupaten dan kota mendapat 80 persen dana Otsus, Kabupaten Jayapura terima dana Otsus sebesar Rp 103 miliyar pertahun. Sedangkan di tahun anggaran 2019, Kabupaten Jayapura terima dana Otsus sebesar Rp 46 miliyar karena terjadi pengurangan untuk PON. Sementara penerimaan dana Otsus di tahun-tahun sebelumnya untuk Kabupaten Jayapura berkisar Rp 45 miliyar sampai Rp 65 miliyar.
Dana Otsus yang diterima Kabupaten Jayapura digunakan untuk membiayai berbagai program seperti biaya pendidikan anak-anak asli Kabupaten Jayapura, kontrak guru, dan kampung adat.
“Kita bicara proteksi dan keberpihakan bagi orang asli Papua itu sangat rumit. Kalau kita katakan Otsus itu gagal, lalu Papua kedepan mau jalan pakai apa? Karena itu, keberpihakan bagi orang asli Papua itu harus jelas. Sekarang ini belum jelas. Misalnya, pasangan bupati dan walikota harus orang asli Papua, anggota DPR di daerah 75 persen sampai 80 persen harus orang asli Papua. Hal-hal semacam ini yang harus diatur secara jelas”, tegas Bupati Jayapura Mathius Awoitauw.
Penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota di Papua terjepit di antara dua undang-undang, yaitu terjepit di antara UU Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Otonomi Khusus Papua Nomor 21 Tahun 2001.
“Kami harap tim media bisa menyebarkan informasi mengenai penyelenggaraan workshop evaluasi penggunaan dana otonomi khusus ini agar bisa diketahui masyarakat secara luas”, harap Mathius Awoitauw di Sentani Kabupaten Jayapura.
paskalis keagop