suaraperempuanpapua.id – RAPAT antara perwakilan tiga marga di Depapre: Tonggroitouw, Yerisetouw, Soumilena dan masyarakat adat pesisir Tanah Merah bersama Pemerintah Kabupaten Jayapura dilaksanakan di Aula Lantai 2 Kantor Bupati Jayapura di Gunung Merah Sentani pada Jumat, 22 Januari 2022 lalu. Rapat membahas persoalan tanah pelabuhan laut Depapre yang berujung dengan pemalangan pelabuhan peti kemas Depapre oleh pemilik tanah itu, dipimpin langsung oleh Bupati Jayapura Mathius Awoitauw.
Dalam rapat itu, Absalom, perwakilan marga Soumilena meminta pemerintah perlu adakan musyawarah besar untuk membahas dan mencari penyelesaian berbagai persoalan agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari terkait beroperasinya pelabuhan peti kemas di Depapre.
Tanah seluas 24 hektar yang menjadi areal pelabuhan laut Depapre adalah milik beberapa marga di Depapre, diantaranya marga: Tonggroitouw, Yerisetouw, dan Soumilena. Dalam pertemuan dengan Bupati Jayapura pada 22 Januari 2022 itu, terungkap bahwa tiap marga tidak tahu berapa luas tanahnya yang diambil pemerintah jadi areal pelabuhan peti kemas Depapre.
Walau terjadi sikap pro dan kontra atas kehadiran pelabuhan peti kemas di Depapre, Ketua DAS Yewena Yosu, Yohanis Yonas tetap mendukung penuh hadirnya pelabuhan peti kemas di Depapre. “Kami sangat mengharapkan pembangunan di daerah kami”, tegas Yonas.
Hal senada diungkapkan Marten Sorontou, perwakilan marga Sorontou, “sekarang kita harus bangun untuk generasi dan masa depan kita. Kita harus membuka peluang kerja bagi generasi-generasi kita. Kita harus bangun dari tidur yang lama”, ujarnya.
Wakil Marga Tongrongtu, mengatakan dari lahan 24 hektar yang masuk Kawasan Pelabuhan peti kemas Depapre itu, setiap marga tidak tahu berapa luas lahan milik tiap marga yang masuk dalam kawasan Pelabuhan Depapre yang luasnya 24 hektar itu dan berapa harga yang telah dibayar dan uang itu diterima oleh siapa? Itu kita tidak tahu, karena kita tidak pernah terima uang tanah Pelabuhan Depapre.
“Masalah harga tanah di Pelabuhan Depapre yang luasnya 24 hektar itu sudah dibayar lunas. Bukti terima uang dan tanda tangan Bersama daftar hadirnya semua ada. Jadi masalah harga tanah Pelabuhan Depapre sudah selesai, dan sekarang kita hanya bicara soal jalur laut kapal masuk ke Pelabuhan Depapre”, tegas Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw dalam rapat itu.
Mathius mengatakan jalan Sentani-Depapre serta pembangunan pelabuhan peti kemas Depapre sudah diperjuangkan selama lebih dari 18 tahun, tetapi sampai sekarang tidak pernah selesai. Padahal, kawasan ini harus segera dibangun. Secara infrastruktur di Papua sudah semakin baik.
“Oleh karena itu, masyarakat adat juga harus menertibkan administrasi dalam adat. Seperti agenda-agenda rapat adat, rapat-rapat adat, notulensi rapat, keputusan adat, surat masuk-keluar, dan lain-lain harus ditata dengan baik, agar persoalan-persoalan dan keputusan-keputusan yang pernah diselesaikan atau diputuskan pada waktu lalu tidak muncul lagi menjadi persoalan baru di waktu sekarang ataupun di masa mendatang”, tegas Bupati Jayapura Mathius Awoitauw. (*)