suaraperempuanpapua.id—PEMUDA Katolik Cabang Mappi menyelenggarakan pelatihan menulis prosa rakyat budaya Mappi belum lama ini. Ketua Komisariat Cabang Pemuda Katolik Kabupaten Mappi Yohanes Mote mengemukakan bahwa melalui kegiatan penulisan prosa merupakan bagian dari rangkian kerja-kerja Pemuda Katolik di Mappi. Pemuda Katolik memiliki sumber daya manusia yang ada di berbagai sektor. “Mereka dengan kreatifitasnya, mendedikasikan karya-karya itu, salah satunya seperti yang dilakukan Carolus Petrus Fernandez Aliandu (Casper Aliandu) yang telah menulis tiga buku. “Literasi sangat penting dan harus dibangun dari sekarang,” kata Yohanes.
Casper adalah seorang guru penggerak daerah terpencil (GPDT) program kerjasama UGM dengan Pememerintah Daerah Kabupaten Mappi, sejak 2018. Lelaki kelahiran 01 Maret 1991 ini, mengajar di SD YPPK Santo Yohanes Pemandi, Kampung Taim,Distrik Passue, Kabupaten Mappi.
Casper yang tergabung dalam Organisasi Pemuda Katolik (2019). Anak kedua dari lima bersaudara kepada media ini mengatakan,”saya terinspirasi menulis buku, mulanya dari diskusi Pemuda Katolik tentang bagaimana pentingnya pelestarian lingkungan hidup. Membuat saya termotivasi untuk menulis cerita anak agar sejak dini, anak-anak harus belajar bahwa pentingnya pelestarian hutan untuk keberlangsungan hidup orang-orang Mappi.”
Ketiga buku yang ditulis. Buku pertama,”hose subang dan penghuni alam lainnya. Buku yang diterbitkan pada Bulan November 2020. Tebal halam:105. Penerbit Julang.
Kedua, “Prosa rakyat Subsuku Auyu Busahang. Yang diceritakan secara lisan kemudian diolah menjadi cerita. ”Anak asli Asal Mappi-cerita-cerita mini dari Papua. Terbit Bulan Oktober 2021.Tebal Halaman:109. Teribit Bulan November 2020. Buku ini berkisah tentang interaksi penulis (guru) dengan masyarakat kampung….menggambarkan kehidupan sehari-hari. Ketiga: Ali & Du-hutan sejuta Rawa, rumah kita bersama.”
Casper mengaku bersyukur bisa menulis cerita-cerita yang dihimpun dari masyarkat sekitar. Terutama anak-anak didiknya.
Menurut Casper, sesungguhnya ada makna yang diperoleh dari cerita-cerita adalah bentuk cara kita untuk menghargai perbedaan yang ada. Semua terbentuk melalui kebersamaan yang terbangun dalam sebuah komunitas masyarakat adat. Pada hakekatnya, pengorbanan hidup itu terbentuk dari saling mengisi kehidupan lewat cerita.”
Diakhir sesinya, ia berpesan kepada peserta pelatihan ia menegaskan akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup. Maka dari itu, saya terinspirasi untuk menulis cerita anak agar dari sedini mungkin anak-anak sudah harus sadar bahwa pelestarian hutan itu sangat penting untuk keberlangsungan hidup orang-orang Mappi.
Kepada anak-anak Mappi dan anak-anak Papua lainnya agar mereka juga harus menulis. Dengan menulis, orang di luar sana dapat mengenal identitas dan jati diri Papua. Sebab, kalau tidak menulis,cerita-cerita di setiap suku akan hilang (punah).
Kata Casper, menulis tidak sulit. Tinggal bagaimana kita mau melihat secara dekat. Biasakan diri untuk mendengar cerita-cerita rakyat yang dinarasikan oleh masyarakat di kampung. “Apabila kita telah mengetahui ide cerita. Alur cerita akan mengalir dalam setingan cerita tersebut. Kita bisa menyeting tempat dengan membangun alur cerita. Dengan demikian kita sudah bisa menulis prosa rakyat secara utuh dari apa yang telah kita dengar, lihat dan rasakan.”
Semua ini bisa terlaksana dan tidak terlepas dari semangat Bonum Commune kepentingan bersama) dengan semboyan Pro Ecclesia et Patria (untuk greja dan bangsa).
Pelatihan berlangsung di Hotel Grand Avista-Kepi. Diikuti 46 peserta teridiri dari guru, pelajar dan para tokoh masyarakat Mappi. Kegiatan dikemas dalam bentuk diskusi. Dengan menghadirkan beberapa narasumber di antaranya Kepala Dinas Kepemudaan dan Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (DISPORBUDPAR) Kabupaten Mappi, Ferdinandus Kainakaimu.
Apresiasi juga disampaikan Ferdinan melalui sambutannya dikaktakan bahwa pemuda adalah kekuatan bangsa. Pentingnya peran pemuda terhadap kelestarian kebudayaan. Seperti yang telah dilakukan Pemuda Katolik melalui tulisan prosa cerita rakyat di tanah Mappi.
“Saya melihat, ini merupakan satu bentuk perhatian serta edukasi nyata. Melalui catatan, kita sudah menyelamatkan yang hapir punah. Saatnya, dibangun sebuah kesadaran bersama pemuda kita melestarikan budaya.”ujarnya.
Potensi budaya yang ada di setiap daerah harus terus dihidupkan dan dikembangkan. Tanpa disadari, keterbukaan akses telah membawa kita pada sebuah peradaban baru. Itu artinya, semua pengaruh budaya luar akan masuk ke daerah. Di situlah akan terjadi pengikisan budaya terhadap budaya setempat. Dan pasti akan dialami masyarakat lokal sebagai pemilik budaya.
Dibutuhkan kepekaan dan kerjasama. Dirinya mengajak generasi muda di Mappi dan Papua lainnya. “Mari lestarikan budaya dengan cara menulis. Dengan begitu, kita sudah mewarisi cerita. Jika tidak, kita akan tenggelam oleh arus perubahan jaman.”Diakuinya, potensi besar ada pada pemuda. Pertahanan masadepan sebuah bangsa dan budaya ada pada pundak mereka (pemuda). Melaui prosa yang ditulis adalah bentuk merawat sebuah budaya. Kata Ferdinandus, misalnya yang ditulis Casper. “Di sinilah peran pemuda untuk berdiri dengan cara dan kreatifitasnya, menjaga kelestarian budaya setempat dengan menuliskannya.*(Alfonsa Wayap)