suaraperempuanpapua.id–TABLOID Suara Perempuan Papua berkolaborasi dengan Peace Literacy Institute Indonesia (PLII) melakukan pelatihan “Literasi Jurnalisme, yang diikuti 18 peserta diantaranya Pemuda Katolik, Suara Grime Nawa (Suara Grina), Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) Uncen, Jayapura Post, Pemuda Baptis, SMA YPPK Taruna Dharma Kota Raja, Ikatan Pemuda Pegunungan Bintang, dan komunitas SaCode (bidang IT).
Kegiatan tersebut berlangsung di Aula Susteran Maranatha Waena, Jumat,8/9,2023. Dipandu oleh Iriandi (Andi)Tagihuma (penulis, penggagas literasi Komunitas Sastra Papua (Ko’SaPa) dan Alfonsa Wayap, jurnalis suaraperempuanpapua.id dan juga pegiat literasi di Papua.
Diawal kegiatan, Alfonsa menjelaskan latar belakang dilalukannya pelatihan ini. “Kami merasa penting. Sebab perkembangan media daring (online) hari ini dan ke depan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pola interaksi sosial berjejaring. Kondisi generasi muda yang digampangkan dengan perkembangan teknologi 4.0 hingga era society 5.0 Kadang tidak disadari informasi yang disebar luaskan ke publik melalui media sosial. Itu justru tidak akurat dan memicu konflik di tengah masyarakat. Maka, kami perlu membuat kelas ini,” kata pegiat lietrasi di Papua.
Selanjutnya materi pertama disampaikan Andi tentang isu pendidikan, ekonomi dan politik. Tiga topik itu yang kemudian dikembangkan peserta.
Andi mengatakan,”Kalian harus punya kepekaan dalam melihat secara kritis. Banyak meluangkan waktu untuk membaca perubahan sosial. Terutama dengan adanya pemekaran Provinsi di Tanah Papua. Tidak terlepas dari dinamika tatanan sosial yang terus mengikuti perkembangan modernisasi. Peserta tidak menjadi pemuda yang apatis. Tetapi, kritis dengan banyak menulis juga membaca. Sebab, menulis membutuhkan alur tulisan yang logis. Bukan asal tulis,” kata Andi.
Peserta begitu antusias mengikuti pelatihan ini. Itu yang terjadi dalam dinamika kelas. Tanya salah satu peserta kepada pemateri (Andi).“Sejak kapan kita mesti menulis?”
Jawab Andi,”Menulis itu ketika pikirannya terganggu. Ketika seseorang melihat sesuatu dan merasakan, nah, di saat itulah pikirannya bekerja. Kalian harus rutin melatih diri untuk bagaimana menulis kreatif. Menulis kreatif adalah menggunakan akal budi dan pikiran untuk menangkap permasalahan melaluhi tulisan. Menulis harus berbasis data yang diambil dari tema peristiwa.
Sementara itu, pemateri kedua, Alfonsa langsung meminta peserta praktek menulis. Dan tulisan mereka dikoreksinya.
Dikatakan, Alfonsa bahwa yang namanya literasi jurnalisme,” Tidak banyak bicara. Melainkan peserta diminta untuk praktek menulis. Ini kelas menulis bukan seminar yang hanya mendengar lalu pulang. Sebelum kegiatan ini berlangsung. Saya minta peserta menulis dan membawa tulisan itu saat pelatihan dan saya koreksi. Itu menjadi catatan dalam penyampaian materi saya,” ujarnya.
Pesan dan kesan peserta pelatihan diwakili Orpa Novita Yoshua (Suara Grina) dan Anton Berkasa (Guru di SMA YPPK Taruna Dharma, Kota Raja)
Keduanya mengaku,”Dengan pelatihan seperti ini, merupakan bagian dari pengembangan diri kami. Mungkin dari antara kami kedepan ada yang berminat menjadi jurnalis. Atau setidaknya, kami bisa menerapkan literasi dan lebih fokus membenahi diri kami dalam berliterasi. Dan, kami berharap, pelatihan ini terus berlanjut,” ungkap Orpa dan Anton.
Diakhir kelas, Alfonsa memberikan 14 buku. “Perjalanan Jurnalistik dari Kampung ke Kampung Jilid I dan II (2012). Buku jilid I, termasuk ini, Ia sendiri terlibat dalam penulisan buku perjalanan jurnalistik. Dan buku-buku lainnya, “Memberdayakan Orang Papua (2004-2005) di cetak TSPP “The Papua Way (2011).” [] AJW