Selama Agustus hingga November 2014 lalu, Tabloid Suara Perempuan Papua melakukan liputan ke 16 kampung di Kabupaten Jayapura untuk melihat keberhasilan penggunaan dana yang diberikan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten ke kampung-kampung. Hasilnya telah dibukukan untuk diketahui publik.
TSPP – KAMPUNG dalam banyak pandangan adalah simbol ketertinggalan. Kondisi kehidupan masyarakat kampung sangat jauh dari dampak kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan pembangunan. Seakan ini menjadi garis pemisah antara kampung dan kota.
Khusus di Tanah Papua, masyarakat pribumi lebih dari sekira 80 persen hidup di kampung-kampung dalam kondisi miskin, bodoh, tertinggal, terasing, terbatas, dan kehidupan masih bersifat subsistem menjadi persoalan serius pembangunan saat ini.
Untuk memajukannya, pemerintah menggagas program pemberdayaan dengan mengalokasikan dana bagi masyarakat di kampung-kampung – yang dikenal saat ini (2007 – 2017) dengan Program: PNPM Mandiri – kini diganti dengan Alokasi Dana Desa oleh pemerintah pusat, Respek/Prospek oleh pemerintah Provinsi Papua dan pemerintah di setiap kabupaten memberikan dana pemberdayaan ke setiap kampung.
Untuk di Kabupaten Jayapura dikenal dengan Program Alokasi Dana Kampung (ADK). Setiap program ini memberikan jumlah dana yang berbeda ke setiap kampung di Papua.
Dari rentang waktu pelaksanaan program pemberdayaan dan jumlah dana yang diterima setiap kampung, maka kondisi kehidupan masyarakat dalam aspek: sandang, pangan dan bisa dipastikan sudah berubah. Mengingat jumlah dana yang masuk ke kampung banyak, jumlah penduduk setiap kampung sangat sedikit dan wilayah kampung tidak luas.
Program pemberdayaan masyarakat kampung di Kabupaten Jayapura sudah dimulai sejak: 2000 –2017, dengan nama Program Alokasi Dana Kampung (ADK).
Semula program pemberdayaan hanya dipusatkan di distrik-distrik, tapi kemudian, program langsung diterapkan di setiap kampung dengan jumlah alokasi dana berbeda sesuai tingkat kesulitan wilayah.
Alokasi dana pemberdayaan tiap kampung khusus di Kabupaten Jayapura dimulai dengan dana sebesar 62 juta rupiah, kemudian dinaikkan menjadi Rp 132 juta. Dan sejak 2013, alokasi dana pemberdayaan perkampung bertambah menjadi Rp 300 juta sampai Rp 500 juta pertahun.
Jumlah dana pemberdayaan perkampung ini ditambah lagi dengan dana Program Alokasi Dana Desa dan dana Program Respek/Prospek. Ketiga program ini memberikan jumlah dana yang berbeda. Jika ditotalkan, maka dana pemberdayaan yang diterima masyarakat setiap kampung pertahun sejak 2000 – 2017 dari ketiga program itu telah mencapai lebih dari lima miliyar perkampung pertahun.
Berdasarkan itu, Tabloid Suara Perempuan Papua (TSPP) telah melakukan liputan ke kampung-kampung sejak 2008 hingga 2014 di 13 kabupaten, 32 distrik dan 73 kampung. Liputan 2008 dilakukan di 32 kampung, 12 distrik dan 6 kabupaten. Liputan 2010 di 25 kampung, 13 distrik dan 6 kabupaten serta liputan 2014 dilakukan ke 16 kampung di 7 distrik di Kabupaten Jayapura dengan liputan utama pengelolaan dana ADK Tahun 2013 dan 2014.
Ke-16 kampung yang diliput TSPP pada Agustus – November 2014 di Kabupaten Jayapura adalah: Kampung Hulu Atas dan Muara Nawa di Distrik Airu. Kampung Dosay, Sabron Yaru, dan Sabron Sari di Distrik Moy Sentani Barat. Kampung Yewena dan Tablasupa di Distrik Depapre. Kampung Umbron di Distrik Kaureh. Kampung Bambar, Doyo Baru, dan Kwedeware di Distrik Waibu. Kampung Babrongko dan Simporo di Distrik Ebungfauw. Kampung Bunyom dan Warombaim di Distrik Nimbokrang serta Kampung Muaif di Distrik Demta.
Liputan ini dilakukan untuk melihat bagaimana perkembangan kampung-kampung setelah adanya Program ADK dengan alokasi dana perkampung sebesar Rp 300 juta sampai Rp 500 juta pada Tahun Anggaran 2013 dan 2014. Mengingat sudah dua tahun anggaran, maka setiap kampung telah menerima dana sebesar Rp 600 juta sampai satu miliyar rupiah.
Secara matematis, jumlah dana yang disalurkan ke tiap kampung sudah cukup banyak, dengan jumlah penduduk tiap kampung sedikit, sehingga bisa dipastikan kebutuhan dasar masyarakat kampung telah terpenuhi secara memadai. Namun pemberian jumlah dana yang banyak dalam kurun waktu yang lama dengan penduduk yang sedikit belum bisa menjadi tolak ukur kemajuan masyarakat di kampung-kampung.
Karena setiap kampung memiliki kondisi yang berbeda. Seperti letak geografis yang sulit. Tidak semua kampung terhubung dengan infrastruktur darat, ada kampung yang hanya menggantungkan pada pesawat udara dan ada kampung yang hanya bisa dilalui melalui jalur laut, serta SDM yang baik juga tidak tersedia di kampung.
Dalam liputan turun kampung itu, TSPP menemukan paling sedikit 20 kondisi yang terkait dengan program pemberdayaan kampung baik melalui Program ADK, Respek/Prospek maupun PNPM Mandiri: 1) Belum semua infrastruktur dasar kampung tersedia, karena pelaksanaan program lebih dititkberatkan pada target waktu cepat terserapnya dana dan program selesai harus tepat waktu sesuai ketentuan. 2) Sebagian besar warga kampung tidak mengetahui jumlah dana yang masuk ke kampung. Hanya kelompok-kelompok tertentu yang mengetahui dan mengelola dana pemberdayaan.
Tiga: Pendamping atau fasilitator tinggal di tempat lain, dan datang ke kampung saat dana akan cair. 4) Domisili tetap kepala kampung di tempat lain, bukan di kampung yang dipimpinnya. 5) Dana digunakan di tempat lain dan bukti laporan penggunaan dana diambil dari tempat lain. 6) Suami ondoafi dan istri kepala kampung. 7) Kepala distrik sebagai sentra pengelola program pemberdayaan jarang ke kampung-kampung di wilayah pemerintahannya. 8) Pendamping dan Bamuskam di kampung hanya pelengkap administrasi. Pendamping tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk menjadi agen perubahan di kampungnya. 9) Tidak ada program skala prioritas dalam program pemberdayaan di kampung-kampung.
Sepuluh: Kantor kepala kampung jarang dibuka. 11) Kepala kampung kerja di rumah. 12) Kepala kampung lebih banyak berurusan ke kantor bupati. 13) Tidak tersedia perangkat kerja kantor kepala kampung, seperti meja, kursi, papan pengumuman, buku tamu dan monografi kampung. 14) Kampung kotor dan tidak tertata. 15) Dari 73 kampung di 13 kabupaten yang dikunjungi TSPP sejak 2008 – 2014, sektor ekonomi sama sekali tidak mendapat perhatian serius dalam program pemberdayaan. Padahal, ekonomi merupakan tolak ukur kemandirian dan kesejahteraan hidup masyarakat di kampung-kampung. Justru yang terjadi adalah tumpang-tindih program kegiatan.
Enam belas: Ini menunjukkan bahwa tidak ada skala prioritas kebutuhan dalam pelaksanaan program pemberdayaan di kampung-kampung. 17) Tidak ada peta potensi wilayah di tiap kampung. 18) Instansi sektoral belum terlibat dalam program pemberdayaan masyarakat di kampung-kampung. 19) SDM yang baik tidak tersedia secara merata di tiap kampung. 20) Beberapa kampung yang memiliki SDM yang bagus pergi tinggal dan mencari pekerjaan di kota. Mereka tidak berada di kampung.
Informasi selengkapnya telah terbit dalam bentuk buku dengan judul: Potret Alokasi Dana Kampung di 16 Kampung Kabupaten Jayapura.(*). paskalis keagop