suaraperempuanpapua.id – SAAT virus corona pertama kali muncul, itu saya antara bingung, percaya dan tidak. Saya tambah bingung lagi ketika saya dinyatakan sebagai Orang Tanpa Gejala (OTG). Tetapi saya menjalankan aktivitas sehari-hari biasa saja. Obat-obat yang petugas kasih ke saya dan saya minum itu, sepanjang malam jantung saya berdebar dan berkeringat sampai pagi.
Akhirnya, saya komplain ke sekretaris dinas kesehatan, dan dia sarankan untuk tidak minum obat-obat itu lagi dan hanya fokus minum Vitamin C dan buah-buahan, serta saya menjalankan aktivitas sehari-hari seperti biasa.
Setiap hari juga petugas telepon tanya, apakah saya menderita sakit batuk, pilek, sesak nafas, dan semua gejala sakit yang petugas tanya, saya tidak alami.
Saya pegawai di Kabupaten Jayapura, tapi tinggal dan ber-KTP Kota Jayapura, Kelurahan Ardipura Distrik Jayapura Selatan. Sehingga petugas medis dari Distrik Jayapura Selatan mereka rutin telepon tanya keadaan dan memberi saran begini-begitu, harus steril. Saya bilang, saya tidak papa, karena keadaan saya biasa-biasa saja.
Istri dan anak-anak di rumah juga biasa saja. Mereka juga tidak menjauh dari saya. Mereka bilang, “bapa tidak kena Covid, bapa biasa saja”. Kalau saya tertular Covid-19 berarti kita dalam satu rumah harus tertular.
Waktu istri merasa kurang enak badan, dia ke Puskesmas. Ternyata petugas di sana semua takut dan menghindar dari dia untuk tidak melayani. Karena mereka tahu istri sehari-hari dengan saya. Sikap petugas medis itu membuat istri merasa benar-benar dia pasien Covid yang sangat parah. Setelah diperiksa, istri negatif Covid.
Saat saya dinyatakan OTG, saya dengan sopir, di-Swab. Tapi dia negatif. Swab kedua juga dia hasilnya negatif. Hasil pemeriksaan saya pertama dinyatakan positif, tapi saya periksa lagi di tempat lain hasilnya negatif. Hasil yang berbeda di dua tempat pemeriksaan Covid itu membuat saya komplain, kenapa hasil bisa beda?
Berdasarkan pengalaman saya itu, saya ambil kesimpulan bahwa mungkin kita banyak aktivitas sehingga cape, imun kita menurun, dan saat itu saya ditest Covid akhirnya hasilnya positif dengan kategori orang tanpa gejala.
Selama saya dinyatakan OTG, tiap hari saya bertemu diskusi dengan teman-teman bersama anak-anak mereka di Cofee sampai malam. Saya bilang dorang harus test Covid. Mereka test, hasilnya mereka semua negatif. Tapi kenapa hasil saya positif? Itu yang bikin saya bingung.
Yang lebih parah itu, sopir. Setiap hari kita dua dalam mobil, duduk, bicara, makan-minum, duduk di tempat duduk yang sama. Setelah test Covid dua kali, hasilnya negatif. Tapi kenapa saya sendiri yang dinyatakan positif Covid dengan status OTG? Itu yang membuat saya bingung. Tapi seiring berjalannya waktu, sampai hari ini saya biasa saja, termasuk istri dan anak-anak di rumah.
Berdasarkan pengalaman itu, saya menilai bahwa selama ini kenapa orang yang terinfeksi corona itu sakit parah? Karena, saat seseorang dinyatakan positif Covid dan langsung semua orang terdekatnya menjauh atau menghindar, termasuk istri, anak-anak, teman-teman dekatnya. Itu yang membuat orang itu merasa sendiri karena dijauhi semua orang terdekatnya, akhirnya sakitnya sampai parah.
Saat saya dinyatakan positif, bapa, mama, saudara-saudara semua telepon tanya. Mereka datang ke rumah. Mereka datang juga kita tidak terapkan protokol kesehaatan seperti jaga jarak, cuci tangan. Tapi mereka tetap pakai masker.
Istri, anak-anak dan saudara-saudara di rumah juga sampai hari ini mereka biasa saja, tidak ada yang sakit karena corona. Tetangga yang tiap hari datang duduk ceritera dengan saya juga biasa saja, sehat.
Karena itu, bagi saya, kalau orang yang mau sembuh dari sakit Covid, pikirannya harus fokus dan positif, harus percaya diri, tidak boleh merasa kena Covid, istri dan anak-anak atau orang-orang dekat dalam rumah harus dukung dan tidak boleh menjauh, teman-teman dekat juga harus dukung tidak boleh menjauh. Maka, pasti dia akan pulih dengan sendirinya.
Saat istri sopir tahu bahwa saya kena Covid, dia takut sama suaminya. Saat dia mau antar saya, istrinya tidak mau. Lalu saya bilang, nanti bilang istri, penyakit ini tidak bunuh orang. Hanya orang saja yang ketakutannya berlebihan. Buktinya banyak yang sembuh, banyak yang sehat.
Di Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Jayapura, kita Dinas Kominfo masuk dalam Tim Gugus Tugas tetap melaksanakan tugas rutin penyebar-luasan informasi. Menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga, membentuk media center agar sosialisasi, penyebaran informasi mengenai Covid bisa menyebar luas di masyarakat. Kita masuk dalam Tim Gugus Tugas dan berperan sesuai tugas dan fungsi masing-masing instansi.
Selama ini saya tetap patuhi protokol kesehatan. Kalau keluar rumah, tetap pakai masker, cuci tangan dan tetap jaga jarak. Tapi kalau sudah pulang ke rumah, tidak menggunakan protokol kesehatan.
Saya dengan pegawai di kantor juga mau kemana-mana tetap pakai masker. Tapi saat kita ke kampung-kampung, kita pakai masker, masyarakat bilang, “bapa, kenapa pakai masker, corona tidak ada di kampung. Itu hanya ada di kota saja”. Akhirnya, kita juga jadi malu mau pakai masker atau tidak?
paskalis keagop