suaraperempuanpapua.id – TERKAIT dengan kasus siswa lulusan kelas tiga SMP yang tidak bisa membaca dan tidak lancar membaca ini, pihak SMK YPK 2 Biak telah melaporkannya kepada Dinas Pendidikan Biak Numfor serta Dinas Pendidikan Supiori, namun kedua dinas pendidikan itu tidak pernah menanggapi laporan SMK YPK 2 Biak.
Kasus siswa lulusan kelas tiga SMP yang tidak bisa membaca dan tidak lancar membaca ini terus ditemukan secara berulang-ulang oleh pihak SMK YPK 2 Biak selama periode 2012 hingga 2021. “Siswa kelas tiga SMP yang tidak bisa membaca dan tidak lancar membaca ini akhirnya kami kembalikan kepada orangtua masing-masing”, ujar Soleman S. Sroyer, Guru SMK YPK 2 Biak.
Soleman S. Sroyer, adalah Guru Jurusan Teknik Mesin SMK YPK 2 Biak, yang menemukan kasus tersebut dalam kurun 2012 – 2021. Dia menyayangkan adanya siswa kelas tiga SMP di Biak dan Supiori yang mengikuti tes awal masuk SMK YPK 2 Biak, yang belum lancar membaca dan ada yang tidak bisa membaca.
“Kasus ini merupakan cermin gagalnya kinerja pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Supiori yang seharusnya memantau sekolah di daerahnya, sehingga mutu pendidikan bisa terjaga dengan baik”.
Soleman Sroyer juga mempertanyakan mengapa siswa yang tidak bisa membaca bisa lulus SD dan melanjutkan ke SMP sampai bisa lulus, padahal siswa tersebut tidak bisa membaca dan tidak lancar membaca? Anak yang susah membaca itu seharusnya seperti siswa lainnya yang sudah bisa membaca sejak kelas satu sekolah dasar?
“Biasanya kelas satu saja sudah lancar membaca. Ini kok sampai kelas tiga SMP belum bisa membaca, bahkan menulispun masih kurang baik penempatan hurufnya juga kurang baik”.
Soleman Sroyer menilai, kasus itu merupakan dampak dari kurang tanggapnya pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan Biak Numfor dan Dinas Pendidikan Supiori, yang tidak melakukan kinerjanya dengan baik. “Pertama-tama saya minta maaf, karena mungkin agak kasar bahasa saya tapi itu memang temuan saya seperti itu”.
“Setahu saya di daerah manapun itu, setiap bulan ada pengawas sekolah yang melakukan peninjauan ke sekolah-sekolah untuk melihat dan memeriksa perkembangan sekolah maupun siswa-siswa di sekolah. Pengawas sekolah itu adalah pegawai yang diutus oleh dinas pendidikan masing-masing daerah,”
Melihat keadaan ini, Soleman menyarankan, sebaiknya kepala Dinas Pendidikan Biak Numfor dan Supiori harus memanggil kepala sekolah SD dan SMP pada beberapa sekolah yang ditemukan adanya kasus tersebut dan tanyakan sampai sejauh mana tanggung jawab mereka terhadap sekolah yang mereka pimpin, terutama kinerja dari guru-guru yang bertugas di sekolah itu.
Soleman Sroyer mengatakan mengapa ia mengungkapkan keadaan ini kepada publik, karena pada 2015 dia selaku Ketua Panitia Penerimaan Siswa Baru SMK YPK 2 Biak. Saat itu dia membuat Tes 3M yaitu: Membaca, Menulis, Menghitung, dan ditemukan ada enam siswa yang tidak bisa membaca lancar, bahkan ada siswa tidak bisa baca sama sekali.
“Sehingga saya tidak menerima siswa-siswa tersebut. Pada 2016 pun saya temukan lagi 4 siswa yang susah membaca. Sehingga, saya sampaikan kepada orangtua mereka untuk kembali pada minggu terakhir bulan Agustus untuk dites lagi. Kalau memang tidak bisa, kami tidak terima”, ujar Soleman Sroyer di Biak.
Soleman Sroyer menegaskan, kasus ini tidak boleh dibiarkan. Ini merupakan peristiwa gunung es. Jadi kalau sampai muncul empat sampai enam kasus siswa yang tidak bisa membaca atau tidak lancar membaca, itu menandakan bahwa ada sekira 40 sampai 60 anak yang susah membaca.
“Ini hanya analisa saya. Mudah-mudahan tidak seperti itu. Ini adalah tanggung jawab kita orangtua dan guru. Jangan bebankan pada satu pihak”, ujar Guru Teknik Mesin SMK YPK 2 Biak, Soleman S. Sroyer.
Laporan: Soleman S. Sroyer dari Biak