suaraperempuanpapua.id – PEREMPUAN pesisir Teluk Tanah Merah saat ini berada dalam kondisi bimbang dan takut dengan kehadiran pelabuhan peti kemas di Depapre. Karena dampak negatif yang akan timbul di kemudian hari sangat besar.
Berikut penuturan Tokoh Perempuan Muda Pesisir Teluk Tanah Merah, Sopia Sorontou saat ditemui di Sentani, Kamis 18 Maret 2021:
“Dampak negatif terbesar yang ditakutkan kaum perempuan pesisir Teluk Tanah Merah di Kampung Tablasupa dan Dormena adalah hingga kini pemerintah tidak pernah bicara tentang bagaimana masa depan kami masyarakat di kawasan Teluk Tanah Merah yang akan menjadi kawasan pelabuhan peti kemas yang ada di Depape.
Jika pelabuhan peti kemas itu sudah beroperasi, maka eksistensi kami akan terancam. Tempat tinggal kami akan hilang dan mata pencaharian hidup kami sehari-hari pun akan hilang.
Kehadiran pelabuhan peti kemas bagi pemerintah adalah keuntungan ekonomi, tapi bagi masyarakat pesisir Teluk Tanah Merah adalah ancaman eksistensi. Kami tidak mungkin dipindahkan. Kami hidup dari laut. Pemerintah tidak pernah bicara dengan kami tentang untung-ruginya kehadiran pelabuhan peti kemas.
Kalau pelabuhan peti kemas ini beroperasi, kita perempuan-perempuan di pesisir Teluk Tanah Merah ini mau apa? Apakah kita duduk nonton saja? Ada ketakutan dan keraguan. Kita sebagai ibu-ibu rumah tangga pasti takut dengan akan adanya pelabuhan peti kemas di Depapre.
Takut karena lihat contoh pelabuhan laut di Jayapura itu dengan adanya pelacuran. Kalau kapal masuk, pasti tiap orang akan cari uang dengan cara apapun, termasuk perempuan melacurkan diri. Kalau kapal sandar dan bongkar muat pada hari Minggu akan mengganggu jemaat pergi beribadah di gereja.
Dampak pelabuhan adalah kerusakan moral akan terjadi. Selama ini, pemerintah tidak pernah ada sosialisasi tentang dampak positif dan negatif adanya pelabuhan peti kemas. Hanya pada jaman Bupati Jayapura Habel Melkias Suwae yang pernah ada pertemuan-pertemuan dengan masyarakat di pesisir Teluk Tanah Merah tentang pelepasan tanah adat untuk pembangunan dermaga peti kemas.
Namun setelah itu, tidak pernah ada sosialisasi tentang bagaimana nasib masyarakat di sekitarnya. Kalau pelabuhan peti kemas beroperasi, maka akan hilang tempat hidup masyarakat Kampung Tablasupa. Mereka hanya hidup dari laut. Warga Tablasupa bisa perang sampai mati hanya untuk mempertahankan tempat hidup mereka. Karena mereka tidak mungkin dipindahkan ke tempat lain.
Selama ini, mereka hanya hidup tukar-menukar hasil tangkapan di laut dengan hasil kebun di warga kampung lain disekitarnya. Masyarakat pesisir Teluk Tanah Merah hidup dari laut. Mereka hidup menghadap langsung ke laut.
Pemerintah harus siapkan dan pikirkan peralihan mata pencarian masyarakat Teluk Tanah Merah dari laut ke yang lain. Tempat tangkap ikan masyarakat Tablasupa akan menjadi jalur lalulintas kapal laut, maka masyarakat tidak akan cari ikan di tempat itu lagi. Sehingga perlu ada penggantinya. Masyarakat tidak bisa cari ikan di jalur berlayar kapal.
Sampai sekarang belum ada persiapan masyarakat Tablasupa ini akan ke mana? Dan mau bikin apa dengan adanya pelabuhan peti kemas. Tablasupa punya wilayah luas. Wilayah darat adalah kawasan Cagar Alam Cycloop dan di laut adalah jalur lalulintas pelayaran kapal laut. Maka tidak mungkin masyarakat Tablasupa dipindahkan ke lokasi lain. Kalau itu yang terjadi, maka masyarakat akan perang sampai mati.
Pelabuhan peti kemas Depapre di Kabupaten Jayapura sudah beroperasi secara resmi pada 27 Januari 2021 lalu. Diawali dengan masuknya Kapal KM Logistik Nusantara Dua yang mengangkut 18 kontainer beras hasil produksi petani Merauke. Kapal tol laut trayek 19 (T-19) ini bukan sekali masuk, tapi sudah beberapa kali berlabuh du pelabuhan peti kemas Depapre.
paskalis keagop