Buku dengan judul Wairam-Teologi dan filsafat orang Grime Papua ditulis oleh Yehuda Hamokwarong, S.Pd, M.Sc. Buku dengan tebal 304 halaman ini mengisahkan banyak aspek yang diulas dalam 10 bagian. Masing-masing bagian oleh penulisnya diulas dengan sangat cermat dan cukup teliti. Bagian pertama membahas tentang latar belakang, tujuan, kajian pustaka, landasan teori dan sebagian pijakan ilmiah suatu kajian. Bagian kedua membahas tentang mengenal orang Grime dengan menampilkan sejarah asal usul nama, sejarah asal mula, pengelompokan pada federasi klan, model permukiman, pertanian hingga kontak awal dengan injil pada Tahun 1924. Bagian ketiga membahas tentang epitemologi Wairam yaitu membahas tentang mengenal orang Grime dengan membahas empat fase perkembangan sistem religi dan peradaban, yaitu dimulai dengan fase religi, matafisik, positis, kontradiksi, dan fase restorasi. Bagian ketiga ini membahas tentang pasang surut turbulensi, dan dinamika pembentukakn sistem nilai bagian keyakinan terhadap Wariam. Terjadi asimilasi dan persenyawaan antara Wariam sebagai kepercayaan monoteisme dengan Bneiram sebagai bentuk kepercayaan politeisme. Bagian keempat membahas mengenai ontologi atau dogma dari Wairamisme yang mengulas mengenai tiga rumpun dogma yaitu, dogma eskatoik, kosmologi dogma human endogenik. Dogma merupakan ajaran atau dalil sebagai inti keyakinan agama. Dogma eskatoik merupakan dogma yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan penciptanya, dimana membahas mengenai siapa itu Wariam, Wandi Iram, Iram, Bneiram dan berbagai roh imanen sekitar kehidupan manusia. Dogma kosmologik membahas tentang awal mula penciptaan, pembagian ruangan kosmologik, dan keberadaan ruang nyata dan tidak nyata beserta mahkluk penghuninya. Dogma human endogenik membahas mengenai siapa itu manusia atau hlu, dan eksitensi tiga pribadi manusia yang terangkum dalam istilah kaisep, hennin dan nesking. Bagian ketiga juga membahas tentang hukum etis orang Grime yang terdiri dari Waidemuo, Demuotre dan Mako. Sebagaimana dalam penjelasan bahwa Waidemuo adalah 6 keturunan Wairam yang tidak dapat ditambahkan dan dikurang. Hukum ini bersifat tetap sepanjang masa. Bentuk dari ketetapan Wairam itu mengatur tiga hal yaitu; hubungan manusia dengan Wairam sebagai mencipta, sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam tempat mereka hidup. Sementara Demeuotru sebagai hukum sipil tertinggi orang Grime yang mengatur harmonisasi tata kehidupan bersama. Mako sebagai hukum etika dan moral yang mengatur tata perilaku seseorang di depan umum. Bagian kelima membahas khusus mengenai mengenal Waidemuo yaitu 6 ketetapan Wairam. Ketetapan pertama menyatakan untuk “Menghormati Wairam”. Kata menghormati mengandung tiga aspek yaitu percaya atau beriman pada Wairam, taat pada hukum-hukum Wairam yang mengatur perjalanan waktu dan masa serta mengatur kehidupan, dan ketiga berbicara mengenai kesetiaan untuk senantiasa taat sepanjang hidup hingga akan meninggal dunia berusia diatas 100 tahun.ketetapan kedua menyatakan untuk “menghormati orang tua yang sudah beruban”. Menghormati itu bermagna dalam tiga aspek yaitu menghormati ayah dan ibu, menghormati orang yang lebih tua dan terakhir menghormati orang yang lanjut usia. Mengapa mereka harus dihormati? Dalam pandangan orang Grime, orang tua lanjut usia akan menjadi hlu Wadji atau penasehat pemerintahan adat. Dia berhak memberi nasehat pada Iram, Tekai dan Dunesking wouw sebagai tiga perangkat utama pemerintah adat. Dia dianggap mengetahui segala sesuatu baik yang terjadi pada masa depan lalu, masa kini dan yang akan terjadi kemudian. Dia dianggap sebagai seseorang pelihat atau nabi sebagai wakil Wariam di bumi. Demikian hal mereka yang mereka yang lanjut usia ketika meninggal akan menjadi hakim untuk mengadili jiwa-jiwa setiap orang selama hidup ataupun ketika sudah meninggal dunia. Para hlu wadji sangat menentukan hidup dan mati seseorang. Karena itu, Posisi hukum kedua ini sangat vital bagi orang Grime. Ketetapan ketiga menyatakan untuk “ Jangan mengingini istri atau anak perempuan orang lain”. Hukum ini dengan tegas melarang seseorang laki-laki mempunyai istri lebih dari satu. Orang Grime sangat dilarang mengambil istri atau anak perempuan orang lain karena itu bisa berdampak fatal bagi kehidupan. Mengapa? Karena tindakan itu bisa menyebabkan pembunuhan. Jadi sejak awal, Orang Grime diatur oleh Wairam untuk monogami sampai akhir hayat. Hukum keempat menyatakan untuk “ jangan mengambil barang milik orang lain”. Setiap orang Grime sudah mendapatkan harta dan warisan sejak pesta Iram Kabi di Kampung Yansu sehingga tidak boleh mengambil barang milik orang lain. Artinya orang Grime tidak boleh mencuri atau mengambil barang tanpa ijin milik orang lain. Mengapa? Karena semua orang sudah diberikan harta masing-masing oleh Wairam sejak semula. Hukum ini tegas, siapa yang mencuri bisa dibunuh dan tidak ada hukum melarangnya. Hukum kelima menyatakan “Jangan merampas tanah atau dusun orang lain”. Hukum ini mengatur dengan tegas untuk jangan melakukan sabotase, sepihak dan tindakan arogan merampas dengan paksa kepemilikan lahan punyaorang lain. Kata jangan berarti itu melarang. Hukum keenam menyatakan bahwa “Jangan membunuh kalau bukan melanggar tiga hukum lainnya”. Artinya siapapun tidak boleh melakukan pembunuhan dengan alasan apapun kecuali, mengambil istri atau anak orang lain, mencuri dan merampas lahan sagu atau tanah milik orang lain.
Pada bagian keenam membahas mengenai penjabaran butir-butir dari Demuotru sebagai hukum sipil tertinggi orang Grime. Demikian halnya dengan bagian ketujuh membahas mengenai butir-butir dari hukum Mako. Pada bagian kedelapan membahas mengenai aspek aksiologi atau tentang filsafat orang Grime yang bertumbuh sebagai hasil interpretasi dari injil dan modernisasi dalam bingkai kebudayaan. Hasil interpretasi itu kemudian terangkum dalam beberapa filsafat hidup orang Grime seperti; tbubmisme, Ebenisme, Kaisepisme dan bleisme. Seluruh sikap dan pandangan orang Grime bertumbuh dan berkembang dalam banyak varian sesungguhnya berasal dari filsafat ini.
Bagian sembilan membahas tentang rekonstruksi teologi dan filsafat orang Grime. Sebagaimana diketahui bahwa terdapat sinkretisme atau persenyawaan teologi dan filsafat Wairamimse dan Bneiramisme. Keduanya sulit sekali dipisahkan kecuali dengan menggunakan Injil dan logika akal sehat untuk memisahkannya. Proses ini melalui pembedahan masalah, membangun karangka teologi melalui gerakan tubuh Kristus oleh Pdt Yan Ompe, gerakan masyarakat adat oleh Matius Awoitouw sebagai Bupati Jayapura dan gerakan restorasi oleh John Lensru serta sebagai Intelektual Grime, dan adanya buku ini tentang teologi dan fasilitas Wairamisme.
Bagian terakhir membahas tentang perbandingan teologi, antara Wairamisme dengan Injil dan dengan agama-agama di Melanesia. Perbandingan mencolok Wairamisme dengan Injil terdapat pada pribadi Yesus. Pribadi Ini tidak dikenal dalam Wairamisme. Meski ada beberapa tokoh dengan kisah mitologinya mirip Yesus seperti Wandi Iram, kimani dan Walikreng. Tetapi ketiganya tidak mengajarkan jalan keselamatan sebagaimana Yesus. Wandi Iram dinyatakan sebagai utusan dan perantara Wairam di bumi. Demikian Kimani dan Walikreng telah berjanji bahwa suatu saat nanti mereka akan kembali dengan berbagi barang indah dan akan ada damai sejahtera di bumi. Ada unsur eskatologinya untuk dua pribadi ini, namun sekali lagi bahwa mereka tidak mengajarkan jalan keselamatan sebagaimana Yesus perbandingan teologi Wairamisme dengan agama-agama Melanesia terdapat pada pribadi ilahi, dimana Wairam itu pribadi monoteisme sebagai pencipta sementara agama-agama Melanesia lebih menaruh kepercayaan pada roh-roh imanen. Wairamisme berorientasi kekekalan sementara agama Melanesia lebih berorientasi saat kini dan kemakmuran di bumi.
setiap ulasan pada bagian-bagian buku ini mengandung unsur kebaruan yang merupakan inti dari pencarian suatu ilmu pengetahuan. Unsur kebaruan itu menjadi misterius bagi sebagian orang dan merupakan awal memahami hal-hal yang masih belum diketahui dalam disiplin ilmu ejiteologi feminisime dan antropologi agama-agama Melanesia.
Buku ini sangan bermanfaat bagi mereka yang ingin mengetahui kepribadian orang Grime dan umumnya orang Papua. Mengapa? Sebab sikap dan tindakan setiap orang Papua lahir dari keyakinan agama. Setiap yang mengetahui sistem keyakinan agama. Ia mengetahui orangnya. Untuk lebih mendalaminya milikilah buku ini, karena akan segera terbit.