ELEMO menurut bahasa Sentani, artinya pergi ke situ mengambil sesuatu yang bermanfaat. Namun arti kata ini telah berubah menjadi negatif sejak Tanjung Elemo menjadi tempat pelacuran selama 40 tahun, terhitung: 1975 – 2015. Tanjung dengan panorama paling indah di bibir Danau Sentani seluas lima hektar itu semula dikontrak Bupati Jayapura Tontje Meset menjadi pusat rehabilitasi dan pelatihan ketrampilan bagi pekerja seks komersil jalanan yang beroperasi di setiap sudut kota Jayapura.
Tapi kemudian diubah oleh para mucikari menjadi pusat prostitusi komersil terbesar di Papua? Saban hari tanpa batas waktu, banyak laki-laki dari berbagai usia dan status sosial datang ke sana bersuka ria menghabiskan uang dan waktu bersama para perempuan penghibur.
Keberadaan lokalisasi prostitusi di Tanjung Elemo itu dianggap telah menimbulkan keresahan di dalam masyarakat, melecehkan ajaran agama, melanggar norma dan adat-istiadat, pusat produksi dan penyebar virus HIV AIDS serta merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan.
Walau keberadaannya mengusik kenyamanan kehidupan berumahtangga serta merusak moral dan perilaku generasi muda, namun upaya menutup aktivitas prostitusi legal itu tidak pernah berhasil, sebab memiliki jaringan luas dan dukungan kuat.
Para bupati Jayapura terdahulu telah berupaya keras menutup aktivitas prostitusi itu, tapi tidak pernah berhasil. Tanjung Elemo, bukan hanya menawarkan seks, tapi juga uang dan kekuasaan. Seks, uang dan kekuasaan telah melemahkan komitmen orang untuk tidak mampu menutup lokalisasi prostitusi itu.
Tanjung Elemo ibarat sebuah dunia kecil di Jayapura yang tidak pernah tidur. Kemeriahan dan kenikmatan berlangsung bisa dari pagi sampai pagi atau dari malam sampai malam.
Tapi akhirnya ditutup secara resmi oleh Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, pada Senin 17 Agustus 2015. Dan para PSK yang semula tercatat 358 perempuan, hanya 69 orang yang telah dipulangkan ke kampung halamannya dengan harapan agar bisa memulai hidup baru.
Banyak PSK di Tanjung Elemo yang belum berhasil dipulangkan ini menunjukkan, bisnis seks memang tak mudah untuk dienyahkan dari muka bumi. Aktivitas seks di lokalisasi pelacuran dianggap tindakan tak bermoral dan melanggar ajaran agama, tapi dinikmati setiap laki-laki dan perempuan dari berbagai usia dan status sosial.
Pelanggan yang datang menikmati seks di Tanjung Elemo bukan sembarang orang. Mereka yang datang ada anggota legislatif hingga anggota masyarakat. Ada anggota tentara hingga anggota kentara miskin. Ada guru sekolah minggu hingga buruh bangunan. Ada pengkotbah Firman Tuhan hingga pendoti. Ada koruptor hingga pencopet. Ada orang jujur hingga penipu. Ada pejabat hingga pengangguran. Semuanya datang ke sini menikmati jasa seks yang tersedia.
Bagaimana pemerintah Kabupaten Jayapura bisa mewujudkan kebijakannya menutup aktivitas prostitusi di Tanjung Elemo? alasan penutupan, sejarah Tanjung Elemo, jumlah dan asal PSK, pengertian prostitusi dan penyebabnya, penuturan PSK bagaimana sampai berada di Tanjung Elemo? serta dasar hukum yang melandasi penutupan lokalisasi prostitusi terbesar di Papua itu? Semuanya tercatat dengan baik dan dapat dibaca dalam buku ini: Tanjung Elemo Ditutup. Kami persembahkan untuk Anda pembaca.
Judul Buku: Tanjung Elemo Ditutup. Penulis: Paskalis Keagop. Penerbit: Tabloid Suara Perempuan Papua. Distributor: PT. Mambruk Media Mandiri. Alamat: Jalan SMA Negeri 3 Sentani RT.05/RW.02 Kampung Nolokla, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Papua, 99359.
Telepon/WhatsApp: 0813 4348 7746 / 0813 5408 4949.
Email: perempuan_papua@yahoo.com
Website: suaraperempuanpapua.id
xx + 154 halaman, 14,8 cm x 21 cm.
ISBN: 978-602-95435-7-5
Cetakan pertama Desember 2015